Sound Horeg Dapat HAKI, Dosen UM Surabaya: Picu Masalah Sosial

Sound Horeg Dapat HAKI, Dosen UM Surabaya: Picu Masalah Sosial

MAKLUMAT – Rencana sound horeg mendapatkan mendapat hak kekayaan intelektual (HAKI) memicu reaksi pro dan kontra. Masalahnya suara yang sangat keras, dan cenderung melebihi ambang batas aman pendengaran memicu msalah sosial.

Persoalan ini yang memicu perhatian dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Radius Setiyawan. Menurutnya sound horeg sebagai karya yang berhak mendapatkan HAKI bisa menjadi pedang bermata dua.

Ia menyoroti pencemaran suara yang berpotensi menggangu kenyamanan dan ketertiban. Terutama di lingkungan padat penduduk, tempat ibadah, atau pada malam hari.

“Bukan berarti sepenuhnya negatif. Sebagai ekspresi budaya populer, ia tetap punya nilai artistik dan potensi kreatif. Tapi ketika tidak dibarengi dengan edukasi, regulasi, dan sensitivitas sosial, bisa menjadi gangguan sosial alih-alih sarana hiburan,” katanya.

Pengakuan Identitas Sosial Komunal

Dalam konteks sosiologi suara, suara yang keras ini bisa mencerminkan pembagian kelas sosial atau nilai-nilai budaya tertentu.

Ia menccontohkan kelas sosial dan ruang publik pemutaran sound horeg, yang mayoritas hadir di tengah acara atau lingkungan yang lebih muda.

“Musik keras ini, dalam sosiologi suara, bisa dipandang sebagai bentuk identitas sosial bagi kelompok tertentu. Sementara orang lain, terutama yang lebih tua atau konservatif, menganggapnya sebagai gangguan sosial,” imbuhnya.

Potensi Munculkan Pencemaran Suara

Di dalam lingkungan masyarakat urban yang padat, suara seperti sound horeg bisa menciptakan perbedaan pengalaman ruang antarkelompok. Persoalan ini memunculkan kelompok yang bisa menikmati musik, dan ada pula yang merasa terisolasi atau terganggu akibat kebisingan tersebut.

Sebagai pengkaji pop culture, Radius menilai sound horeg menjadi saluran identitas budaya anak muda. Musik ini, lanjutnya, menggabungkan elemen musik tradisional dengan teknologi dan gaya hidup kontemporer.

Radius menegaskan sound horeg merupakan karya seni yang mencerminkan perubahan sosial. Persoalan ini kerap muncul di tengah globalisasi budaya yang baru berkembang.

Pemberian HAKI Perlu Dipertegas

“Anak muda yang mengadopsi sound horeg, mungkin, ingin menunjukkan identitas yang lebih progresif. Atau menentang norma-norma budaya tradisional,” tegas Radius.

Dalam hal ini, Radius tetap menekankan pentingnya peninjauan yang cermat sebelum memberikan hak cipta melalui regulasi yang jelas. Perlu adanya telaah, siapa yang berhak mendapatkan perlindungan hak cipta dan bagaimana penerapannya di masyarakat.

“Jika tidak dikelola dengan baik, perlindungan HAKI bisa mengarah pada monopoli dan menghambat perkembangan karya-karya baru yang terinspirasi dari sound horeg,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *