MAKLUMAT — Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Sri Wahyuni SKep Ns, menyampaikan ucapan selamat sekaligus apresiasi atas launching Pondok Pesantren Modern Boarding School (MBS) Al Amin Religi Bojonegoro yang ditunjuk oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sebagai pilot project pesantren Muhammadiyah.
“Saya ucapkan selamat atas launching Ponpes MBS Al Amin Religi Bojonegoro sebagai pilot project pesantren Muhammadiyah,” ujar Sri Wahyuni.
“Semoga dapat menjadi percontohan bagi pondok pesantren Muhammadiyah lainnya dalam mengembangkan konsep Boarding School yang sesuai dengan tuntutan zaman,” sambungnya.
Ia berharap Ponpes MBS Al Amin Religi Bojonegoro mampu menjadi model dalam meningkatkan kualitas pendidikan, membentuk karakter santri, serta mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan pendidikan modern. “Diharapkan Ponpes ini dapat mencetak generasi yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia,” katanya.
Menurut politisi Partai Demokrat itu, penunjukan tersebut juga menjadi bukti komitmen kuat Muhammadiyah dalam meningkatkan kualitas pendidikan pesantren dan menjawab kebutuhan pendidikan masyarakat modern.
Sri Wahyuni juga mengaku optimistis keberadaan pesantren modern tersebut akan berdampak pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta berkontribusi dalam mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro.
Launching Pilot Project

Sebelumnya, Sri Wahyuni diketahui juga turut hadir dalam acara pelantikan pengurus baru yang sekaligus launching Ponpes MBS Al Amin Religi Bojonegoro sebagai pilot project pengembangan Pesantren Muhammadiyah Sistemik (PMS), pada Ahad (14/9/2025) lalu.
Dalam kesempatan itu, Ketua PP Muhammadiyah Dr KH Saad Ibrahim MA, menyampaikan bahwa struktur kepemimpinan pesantren harus terdiri dari seorang kiai yang memahami dan menjiwai nilai-nilai keislaman secara mendalam serta memiliki karakter kepemimpinan.
Selain kiai, lanjutnya, dalam struktur kepemimpinan di Pesantren Muhammadiyah juga ada Direktur yang menguasai manajemen pesantren, termasuk aspek finansial, pembangunan, branding, marketing, jaringan, serta kebutuhan operasional pesantren.
“Kiai bertanggung jawab atas pemahaman dan penjiwaan keislaman serta proyeksi non-fisik pesantren, sedangkan Direktur fokus pada aspek fiskal dan pengembangan jaringan, dengan tetap berpedoman pada nilai-nilai keislaman dan paradigma sains,” ujar Saad.
Pesantren Muhammadiyah Sistemik atau PMS sendiri, jelas Saad, dirancang sebagai model tunggal pengelolaan pesantren yang mencerminkan nilai-nilai Islam, kemajuan, kredibilitas, dan kepercayaan masyarakat.
Ia menjelaskan, PMS mencakup sejumlah aspek penting, seperti sistem pendaftaran, kepemimpinan, belajar mengajar, pengelolaan keuangan, dan pemodelan wujud fisik pesantren. Selain itu, PMS juga mengatur sistem penerimaan santri, kolaborasi, pengelolaan lingkungan, serta penerimaan tamu.
“PMS harus menjadi brand yang menjamin bahwa Pesantren Muhammadiyah islami, maju, kredibel, dan dipercaya masyarakat di mana pun, dengan lulusan yang menguasai nushush, memahami sains, dan mengembangkan teknologi dalam konteks teologis,” tandasnya.
Lebih jauh, Saad juga menjelaskan bahwa PMS juga mencakup sistem relasi antara santri, ustaz, direktur, dan kiai, serta sistem legalisasi vertikal dan horizontal antara pesantren dan Muhammadiyah.
Sistem manajemen risiko di semua aspek juga menjadi bagian integral dari PMS untuk memastikan keberlanjutan dan kualitas pengelolaan. Prinsip perumusan PMS meliputi unity untuk hal-hal pokok, diversity untuk hal-hal non-pokok, hal itu untuk menjamin kualitas pengelolaan, kemudahan dikenali masyarakat, mengurangi ketergantungan personal, serta memanfaatkan seluruh potensi yang ada.
“PMS adalah upaya untuk mewujudkan pesantren yang sistematis, terpercaya, dan mampu mencetak generasi unggul yang berakhlak mulia,” tegas Saad, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua PWM Jatim.
Sekadar diketahui, selain Saad Ibrahim dan Sri Wahyuni, sejumlah tokoh juga turut menghadiri acara tersebut, antara lain perwakilan Kementerian Agama, hingga Dinas Pendidikan setempat.