MAKLUMAT – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti telah menetapkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib mulai tahun ajaran 2027/2028 untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan sederajat. Menyikapi kebijakan tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan diri siap lebih awal. Persiapan bahkan telah dimulai sejak jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya, Yusuf Masruh menyebut langkah Kementerian sejalan dengan arah kebijakan pendidikan di Surabaya yang sudah berjalan setahun terakhir. Ia menilai kebijakan itu menjadi momentum untuk memperkuat program pengenalan bahasa yang sudah diterapkan di sekolah-sekolah.
“Alhamdulillah. Mudah-mudahan nanti kalau program Kementerian jalan tahun depan, kami sudah mempersiapkan,” ujar Yusuf, dikutip dari laman resmi Pemkot Surabaya, Kamis (23/10/2025).
Menurut Yusuf, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama Bunda PAUD Rini Indriyani telah memulai inisiatif penguatan bahasa sejak tahun lalu. Program ini berlangsung dari jenjang PAUD hingga SD.
“Di PAUD itu, ada pengenalan kosakata dan itu sudah kita mulai. Untuk SD nanti naik satu level bagaimana merangkai kosakata Bahasa Inggris yang sudah diajarkan di PAUD,” jelasnya.
Yusuf berharap kesinambungan program ini dapat membuat siswa lebih siap ketika masuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia menyebut, pada tahap itu pembelajaran akan berfokus pada struktur bahasa atau grammar.
“Waktu SMP itu waktu kita bicara bidang studi Bahasa Inggris kan sudah siap. Sudah diperkaya dengan kosakata-kosakata yang banyak,” tambah Yusuf.
Program Khusus Dispendik Surabaya
Untuk memperkuat kemampuan berbicara, Dispendik Surabaya juga menjalankan program khusus setiap Jumat di seluruh SD dan SMP. Program tersebut mendorong siswa menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari di sekolah.
“Setiap Jumat di SD dan SMP sudah ada programnya mengajarkan anak-anak untuk berani berbicara Bahasa Inggris dengan teman dan gurunya,” kata Yusuf.
Ia menegaskan bahwa kesiapan guru juga menjadi perhatian utama. Setiap SD di Surabaya telah memiliki pengajar yang terlibat dalam pembelajaran Bahasa Inggris melalui muatan lokal (mulok). Guru non-Bahasa Inggris pun dilibatkan untuk memperkuat pembiasaan berbahasa di kelas.
“Yang di SMP ini termasuk SD saya kemarin mulai itu sudah kami sampaikan guru lainnya itu juga mengikuti. Kalau bilingual itu kan pengajar lebih nyaman dan lebih bagus,” paparnya.
Menurut Yusuf, penguatan kemampuan berbahasa bukan tanggung jawab guru Bahasa Inggris semata, melainkan seluruh tenaga pendidik di sekolah. Ia menyebut pendekatan ini memungkinkan siswa terbiasa mendengar dan menggunakan Bahasa Inggris dalam berbagai konteks belajar.
“Kalau di Surabaya, memang dikenalkan secara bertahap mulai PAUD, SD, dan SMP, di mana di setiap jenjangnya akan menyesuaikan usia dan kemampuan anak. Jadi usia PAUD pengenalan kosakata, SD mulai belajar merakit kosakata, dan SMP lebih pada grammar dan lainnya,” pungkasnya.