LEMBAGA Konsultasi dan Pelayanan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (LKPH UMM) telah melaksanakan kegiatan Benchmarking sebagai bagian dari upaya peningkatan kinerja bantuan hukum. Acara ini berlangsung selama dua hari pada tanggal 30 November dan 1 Desember 2023, yang melibatkan dua Organisasi Bantuan Hukum (OBH) lain yang berada di bawah naungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA). Kedua OBH tersebut adalah Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (BKBH UMS) dan Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Ahmad Dahlan (PKBH UAD).
Yaris Adhial Fajrin, S.H., M.H, Kepala LKPH-UMM, menyatakan, “Kami memilih dua OBH tersebut sebagai rujukan kami untuk bisa dijadikan pedoman dalam mengembangkan dan memajukan LKPH-UMM di masa mendatang, terlebih kami dengan kedua OBH tersebut juga sama-sama berada di bawah naungan PTMA.”
Pada hari pertama kunjungan, perwakilan LKPH UMM berdiskusi dengan tim Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (BKBH UMS). Marisa Kurnianingsih, S.H., M.H., M.Kn, Direktur BKBH UMS, menyampaikan komitmen mereka dalam melibatkan mahasiswa dalam aktivitas lembaga serta layanan bantuan hukum. “Kami ingin mendorong para mahasiswa untuk turut aktif berpraktik sehingga dapat menambah pengalaman dan bekal bagi mereka menjadi praktisi nanti” ungkapnya.
Kepala LKPH-UMM menyambut baik pendekatan partisipatif BKBH UMS. “BKBH UMS telah berhasil melibatkan peran serta mahasiswa dalam aktivitas lembaga, yang mana hal tersebut dapat menjadi inspirasi rujukan bagi kami untuk mengsinergikan mahasiswa UMM, khususnya fakultas hukum, dalam manajerial kantor dan penanganan perkara di kantor kami.”
Pada hari kedua, rombongan LKPH-UMM melanjutkan kegiatan benchmarking ke Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Ahmad Dahlan (PKBH UAD). Dalam diskusi ini, PKBH UAD membagikan pengalaman serta strategi mereka dalam meningkatkan mutu layanan hukum. Dr. Fanny Dian Sanjaya, S.H., M.H, Direktur PKBH UAD, menjelaskan, “PKBH-UAD telah mengambil langkah untuk beralih menjadi Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang tidak hanya menerima perkara pro deo dan pro bono semata. Kini, kami juga menyediakan layanan pelayanan hukum berbayar, dan tidak menutup kemungkinan PKBH-UAD dapat berkembang menjadi badan hukum korporat yang sah dari suatu perusahaan.”
Kepala LKPH UMM menambahkan, “Kami mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh PKBH UAD, hal ini selaras dengan langkah LKPH-UMM dalam memandang posisi OBH. Langkah PKBH-UAD merupakan sebuah terobosan yang mampu merubah mindset masyarakat maupun penegak hukum lainnya dalam posisi OBH, yang mana OBH tidak semata melayani jasa hukum yang sifatnya cuma-cuma, tetapi juga dimungkinkan menerima jasa hukum yang sifatnya profit, asalkan memegang prinsip akuntabel, jujur, dan transparan.”
Kegiatan Benchmarking ini diinisiasi sebagai bagian dari komitmen LKPH UMM untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan dan layanan bantuan hukum. Diharapkan, kegiatan ini tidak hanya menjadi momen bertukar pikiran, tetapi juga membangun jaringan kerja sama antar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang dapat terus ditingkatkan. Dengan sinergi seperti ini, diharapkan lembaga bantuan hukum di berbagai wilayah dapat saling mendukung dan meningkatkan kapasitasnya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. (*)
Kontributor: Kukuh
Editor: Mohammad Ilham