APRESIASI yang tinggi diberikan warga dan tokoh Sulawesi Utara (Sulut) atas kesediaan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memenuhi undangan mereka untuk hadir dalam Seminar Kedaulatan Pendidikan Nasional yang digagas Forum Gerakan Peduli Bangsa Sulawesi Utara pada 19 Agustus lalu.
Seminar yang sekaligus menjadi bagian dari refleksi kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia. ”Sangat penting acara ini dijalankan. Luar biasa karena bisa menghadirkan langsung Menko PMK Muhadjir Effendy. Pendidikan sangat penting bagi generasi muda. Apalagi, peran anak muda sejak era kemerdekaan itu sangat nyata,” kata Olly Dondokambey, Gubernur Sulut.
Dia menambahkan, kemerdekaan Indonesia itu bukan diberikan, melainkan direbut oleh generasi muda. ”Bung Karno dan Bung Hatta memang sudah mempertimbangkan kemerdekaan, tapi anak-anak muda saat itu memaksakan agar disegerakan,” lanjut Olly.
Dalam seminar itu, bukan hanya para tokoh yang menjadi narasumber saja yang diberikan kesempatan, siswa, mahasiswa, dan guru, juga mendapatkan ruang untuk curhat terkait pendidikan. Mereka membicarakan soal zonasi, jumlah guru yang masih kurang, serta berbagai problem pendidikan lainnya.
Selain Muhadjir, dalam seminar itu hadir beberapa narasumber seperti anggota DPRD Sulut Fabian Kaloh, Taufik Tumbelaka (tokoh adat Minahasa sekaligus Ketua Kagama Sulut), Djafar Alkatiri (anggota DPD RI asal Sulut), dan Abid Tamilangan (Ketua Basnas Sulut sekaligus tokoh adat Sanger).
Fabian Kaloh, anggota DPRD Sulut, mengatakan selain pendanaan dan fasilitas, problem pendidikan kita adalah kualitas dan kuantitas guru. ”Jadi, pak Menko, kami di Sulawesi Utara ini membutuhkan tambahan guru. Kami kekurangan,” terangnya.
Selain Fabian, anggota DPD RI asal Sulut Djafar Alkatiri juga menyoroti tentang infrastruktur dan fasilitas sekolah. ”Tentu saja kualitas guru sangat kami butuhkan. Selain itu penataan agar merata, tidak terpusat di sekolah-sekolah tertentu saja,” katanya.
Di sisi lain, Ketua Basnas Sulut Abid Tamilangan mengatakan, salah satu target dari mereka memang membuat sejalan antara peningkatan kualitas hidup dengan pendidikan. ”Kami di Sulut memiliki program, satu rumah satu sarjana. Sebab, dengan begitu bisa meningkatkan kualitas hidup keluarga,” tuturnya.
Abid menambahkan, dengan rekam jejak Muhadjir Effendy dalam dunia pendidikan, dimulai menjadi dosen, rektor di Universitas Muhammadiyah Malang, lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta sekarang Menko PMK yang salah satunya membidangi pendidikan, diharapkan bisa memberikan wawasan dan menyerap aspirasi dari masyarakat Sulut.
”Pengalaman dan pengetahuan Pak Menko Muhadjir Effendy terkait pendidikan tak bisa diragukan lagi. Bahkan, menurut kami, beliau adalah aset terbaik Muhammadiyah untuk pemerintah dan bangsa ini,” terang tokoh adat dari Sanger tersebut.
Dalam seminar tersebut, Muhadjir menjawab semua pertanyaan penting terkait isu-isu pendidikan, termasuk soal zonasi. Dengan alasan agar kualitas pendidikan di setiap sekolah bisa lebih merata dan tidak terjadi perpindahan siswa yang pintar ke kota lain dan membuat kota yang ditinggal kehilangan sumber daya unggul. Penting pula agar guru-guru terbaik tidak terpusat di satu sekolah saja, perlu ada rotasi.
Muhadjir juga menjelaskan keunggulan Sulawesi Utara terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, angka kemiskinan ekstrem rendah, dan termasuk terbaik dalam urusan penanganan stunting di luar Jawa.
”Sekarang di Sulawesi Utara kemiskinan ekstrim sebanyak 1,03 persen. Itu lebih rendah dari rata-rata nasional yakni 1,12 persen. Saya yakin akan terus membaik. Kalau rata-rata Sulut nanti mencapai nol persen, maka itu akan membantu rata-rata nasional,” kata Muhadjir.
Muhadjir juga merasa tersanjung karena diundang untuk bertemu langsung dengan tokoh-tokoh adat dan lintas agama di Manado. Juga generasi muda. ”Bagi saya, Sulawesi Utara ini luar biasa. Di sini saya mendapatkan pengakuan marga dari Kawanua. Jadi saya ini sudah jadi orang Kawanua sebetulnya,” terang mantan Rektor UMM tersebut. (*)
Reporter/Editor: Mohammad Ilham