MAKLUMAT – Museum Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tak henti berinovasi. Sabtu (24/5/2025), sebuah acara spesial bertajuk “Kunjung Museum dan Nonton Bareng Film Nyai Ahmad Dahlan” resmi dibuka. Ini adalah upaya nyata untuk mengenang dan mempelajari perjuangan Siti Walidah, atau yang lebih akrab disapa Nyai Ahmad Dahlan, figur penting dalam emansipasi perempuan sekaligus istri dari pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan.
Film Nyai Ahmad Dahlan, drama biopik Indonesia yang dirilis pada 2017 ini, kembali diputar. Disutradarai oleh Olla Atta Adonara dan dibintangi Tika Bravani, film ini menyajikan kisah inspiratif Siti Walidah dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan pendidikan perempuan, serta kontribusinya dalam membangun peradaban melalui Muhammadiyah.
Pemutaran film ini tak hanya sehari. Jadwalnya padat, mulai 24 Mei hingga 1 Juni 2025, dengan empat sesi pemutaran setiap harinya di Museum Muhammadiyah UAD.
Nyai Ahmad Dahlan: Teladan Abadi dari Aisyiyah
Ketua Lembaga Seni dan Olahraga PP Aisyiyah, Wiwid Widiastuti, menegaskan tujuan mulia acara ini. “Sejarah harus dipelajari untuk memahami besarnya kontribusi Muhammadiyah dalam membangun peradaban. Museum dan film adalah media yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda,” ujarnya.
Wiwid juga menekankan bahwa Nyai Ahmad Dahlan adalah teladan perempuan Indonesia yang memperjuangkan kesetaraan melalui tradisi lisan istimewa. “Mari kita gali kembali peran perempuan sebagai pahlawan dalam membangun negeri ini,” ajaknya penuh semangat. Antusiasme masyarakat yang hadir membuktikan bahwa perjuangan perempuan di Indonesia masih relevan dan perlu diapresiasi.
Emosionalnya Menulis Skenario Nyai Ahmad Dahlan
Tak sekadar nonton, acara pada Sabtu (24/5) ini juga menghadirkan talkshow bersama penulis skenario film, Dyah Kalsitorini. Dyah, yang sudah 30 tahun berkarya di dunia perfilman, berbagi pengalamannya yang disebut sebagai puncak karyanya.
“Nyai Walidah adalah tokoh panutan saya. Ketika meriset dan membaca tentang beliau, hati saya bergetar. MasyaAllah, ada ya perempuan seperti ini—ditakuti Jepang, pemberani, dan memperjuangkan kesetaraan,” ungkap Dyah dengan nada emosional. Ia mengaku meneteskan air mata saat menulis skenario ini, sesuatu yang tak pernah ia alami di film lain.
Dyah juga menyoroti bagaimana Nyai Ahmad Dahlan mengajarkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis melalui tindakan nyata. “Beliau hidup untuk beramal saleh, senang berbagi, dan bersedekah. Ia mengajak perempuan berkumpul bukan untuk bergosip, tetapi untuk menyusun rencana mengimplementasikan nilai-nilai Al-Ma’un,” jelasnya.
Dengan bantuan tokoh ‘Aisyiyah dalam proses pembuatan film, Dyah memastikan keakuratan cerita. “Semoga film ini menginspirasi kita semua, dan mohon maaf jika ada kekurangan,” tutupnya.
Acara ini adalah wujud komitmen Museum Muhammadiyah UAD untuk mentransfer nilai dan pengetahuan sejarah melalui media museum dan film. Jangan lewatkan kesempatan untuk menyaksikan film inspiratif ini dan mengikuti rangkaian acara di Museum Muhammadiyah UAD hingga 1 Juni 2025!