UMM Meneguhkan Komitmen Interdisipliner Hadapi Tantangan Global

UMM Meneguhkan Komitmen Interdisipliner Hadapi Tantangan Global

MAKLUMAT – Suasana ruang konferensi di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), 17–18 September 2025, terasa hangat oleh pertemuan akademisi lintas negara. Di forum International Conference on Interdisciplinary Collaboration for Sustainable Development (ICoSDev) ke-5, satu gagasan besar mengemuka: dunia membutuhkan kerja sama lintas disiplin ilmu untuk menghadapi kompleksitas krisis global.

“Tidak ada satu disiplin ilmu pun, satu sektor pun, atau satu negara pun yang bisa menyelesaikan masalah sendirian,” ujar Muhammad Salis Yuniardi, Wakil Rektor IV Bidang Riset, Pengabdian, dan Kerja Sama UMM.

Baginya, forum ini bukan sekadar temu akademisi, melainkan ruang untuk meneguhkan komitmen bahwa pendidikan tinggi harus berdiri di garis depan dalam menjawab persoalan umat manusia.

Dr. Fauzan Adziman, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek RI, menambahkan bahwa pertumbuhan teknologi saat ini bergerak jauh lebih cepat daripada kemampuan masyarakat memanfaatkannya. Karena itu, perguruan tinggi harus menjadi motor integrasi: menghubungkan riset, teknologi, dan inovasi agar dapat memberi solusi nyata.

“Kita perlu mendorong penelitian yang tidak hanya berbasis produk, tetapi berpusat pada tantangan nyata di masyarakat. Dari sana lahirlah solusi yang berdampak bagi ekonomi dan keberlanjutan,” katanya.

Fauzan juga menyoroti pentingnya deep tech sebagai salah satu penopang hilirisasi riset di kampus. Dengan memperkuat industrialisasi berbasis sumber daya lokal, perguruan tinggi bisa menjadi mitra strategis pemerintah.

Baca Juga  UMM Ungguli Kampus Negeri dalam Pendanaan PKM Se-Jatim

Terutama mewujudkan Asta Cita dan 17 program prioritas nasional—mulai dari penguatan SDM, ketahanan pangan dan energi, hingga kelestarian lingkungan.

Bonus demografi menuju 2045, jika dipadukan dengan kolaborasi interdisipliner, dapat menjadi peluang emas untuk mengakselerasi transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

Isu keberlanjutan tenaga kerja juga menjadi bagian dari diskusi. Prof. Gayline Manalang Jr. dari University of the Philippines Manila menekankan perlunya sistem rehabilitasi kerja yang adil dan berkelanjutan. Menurutnya, pekerja tidak boleh menjadi objek sebagai “barang sekali pakai” yang jika rusak harus ditinggalkan.

“Pekerja bisa pulih dan kembali produktif bila mendapat fasilitas dengan benar,” tegas fisioterapis dan peneliti kronobiologi itu. Ia menyebut akses layanan kesehatan yang merata, kolaborasi antarprofesi, hingga sistem pembiayaan sebagai kunci menjaga keberlanjutan tenaga kerja.

UMM menilai tantangan global saat ini—mulai dari perubahan iklim, krisis kesehatan, ketahanan pangan, hingga konflik geopolitik—justru membuka peluang. Jika melihatnya dengan kacamata optimis, krisis-krisis itu dapat menjadi pemantik bagi inovasi bersama.

“Kompleksitas permasalahan global harus memberi jawaban dengan kerja sama berkelanjutan, bukan kompetisi semata,” ujar Salis.

Konferensi internasional ini menjadi cermin bahwa UMM ingin berperan di level nasional, sekaligus membangun jejaring global. Tentu di dalamnya bisa mewujudkan masa depan yang adil, manusiawi, dan berkelanjutan.

Bagi UMM, interdisipliner bukan jargon akademik. Ini baian dari strategi kunci untuk menjaga relevansi perguruan tinggi sekaligus menyiapkan generasi yang mampu membaca dan menjawab tantangan dunia.

Baca Juga  Wamen Stella Christie Temui UC Berkeley, Bahas Kerja Sama Riset dan Beasiswa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *