UU Zakat Digugat: Baznas Dinilai Terlalu Berkuasa, Pengelolaan Zakat Jadi Tidak Sehat

UU Zakat Digugat: Baznas Dinilai Terlalu Berkuasa, Pengelolaan Zakat Jadi Tidak Sehat

MAKLUMAT — Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Senin (4/8/2025). Agenda sidang keenam ini menghadirkan Ahli dari pihak Presiden, Bahrul Hayat, yang menekankan urgensi pengelolaan zakat secara nasional melalui sistem terpadu atau unified system.

Sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK itu merupakan kelanjutan dari permohonan uji materi yang diajukan Muhammad Jazir (Pemohon I) dan Indonesia Zakat Watch (Pemohon II). Para pemohon mempersoalkan dominasi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam fungsi pengaturan sekaligus pengumpulan zakat, yang dinilai menutup ruang partisipasi masyarakat sipil dan menimbulkan potensi kesewenang-wenangan.

Dalam keterangannya, Bahrul Hayat menyebut sistem zakat yang terpadu menjadi keharusan untuk menjamin efisiensi, akuntabilitas, dan distribusi zakat yang lebih merata di seluruh Indonesia. Ia menyatakan bahwa sistem ini tidak hanya teknis, tapi juga merupakan manifestasi kehadiran negara dalam memberikan pelayanan publik, termasuk dalam tata kelola zakat.

“Unified system menuntut adanya integrasi secara horizontal maupun vertikal dalam pengelolaan zakat. Horizontal berarti antarlembaga pengelola zakat harus bersinergi. Vertikal berarti koordinasi dari pusat hingga daerah harus berada dalam satu garis,” ujarnya dikutip dari laman resmi MK, Senin (1/8/2025).

Dalam pandangannya, kehadiran Baznas sebagai lembaga pemerintah non-struktural sesuai mandat undang-undang merupakan bentuk pelaksanaan syariat Islam yang memberikan kewenangan kepada negara dalam urusan zakat. Peran Lembaga Amil Zakat (LAZ), lanjutnya, bukan sebagai tandingan, melainkan pendukung fungsi Baznas.

Baca Juga  Lazismu Targetkan Himpun Zakat Rp640 Miliar Secara Nasional Tahun 2025

“Peran serta masyarakat melalui LAZ diarahkan untuk membantu Baznas. Ini bukan bentuk diskriminasi, tetapi implementasi syariat Islam yang menempatkan pengelolaan zakat di tangan ulil amri,” tandasnya.

Para pemohon sebelumnya mempersoalkan sejumlah pasal dalam UU Pengelolaan Zakat, termasuk Pasal 1 angka 7 hingga 9 dan Pasal 16, karena dinilai menghambat kemandirian lembaga-lembaga zakat masyarakat. Muhammad Jazir yang kini menjabat Ketua Dewan Syuro’ Masjid Jogokariyan Yogyakarta merasa dirugikan karena eksistensi lembaga amil yang telah dirintisnya terancam hanya karena tidak memperoleh rekomendasi Baznas.

Sementara itu, Indonesia Zakat Watch merasa dibatasi dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan zakat yang dianggap makin tersentralisasi. Menurut para pemohon, penggunaan istilah Baznas sebagai pengumpul sekaligus pengatur zakat memunculkan konflik kepentingan. Fungsi regulator dan operator dalam satu lembaga dianggap membuka peluang praktik sewenang-wenang, bahkan berpotensi melanggar asas pemerintahan yang baik serta prinsip anti-KKN.

Kritik juga diarahkan pada ketentuan pembentukan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) oleh Baznas, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1). Frasa “dapat membentuk UPZ” di lapangan justru berubah makna menjadi hak eksklusif Baznas untuk memaksa pembentukan UPZ di instansi pemerintah, BUMN, perusahaan swasta, hingga perwakilan RI di luar negeri.

Atas permasalahan itu, para pemohon mengusulkan perubahan nama Baznas menjadi Badan Pengaturan dan Pengawas Zakat (BPPZ). Mereka mengusulkan agar fungsi pengumpulan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) sepenuhnya dialihkan kepada LAZ melalui sistem akreditasi BPPZ, yang dilaksanakan dalam masa transisi selama dua tahun setelah putusan dibacakan.

Baca Juga  Jimly Asshiddiqie Minta KPU Segera Selesaikan PKPU Usai RUU Pilkada Batal Disahkan

Menanggapi usulan tersebut, Bahrul menegaskan bahwa peran Baznas merekomendasikan pendirian LAZ adalah tindakan sah yang diperlukan demi menjamin profesionalisme dan akuntabilitas lembaga zakat. “Hal ini esensial untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan, zakat dikelola sesuai dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *