WAKIL Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Muhammad Sholihin Fanani turut angkat bicara soal polemik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 tentang penerapan Undang-undang (UU) Kesehatan bagi siswa sekolah dan remaja.
Menurut Sholihin, lahirnya pasal-pasal yang menuai kontroversi dalam PP tersebut seolah menunjukkan pemerintah hanya ingin menyederhanakan masalah dengan melihat hilirnya saja.
“Karena misalnya angka kehamilan usia remaja itu tinggi, yang dilakukan pemerintah seperti menyederhanakan saja dengan menyediakan alat kontrasepsi. Padahal kan tidak seperti itu seharusnya cara berpikirnya dalam membuat aturan itu,” ujarnya kepada Maklumat.id, Rabu (14/8/2024).
“Harusnya yang diperkuat kan di hulunya juga, yaitu bagaimana kemudian mengedukasi soal pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi itu, lalu menguatkan pendidikan moralitas dan agamanya, itu yang harus dikuatkan untuk membentengi para generasi muda itu,” lanjut mantan Kepala SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Pucang, Kota Surabaya itu.
Sholihin menilai, munculnya PP tersebut, terutama Pasal 103 ayat (4) yang menyebut frasa ‘penyediaan alat kontrasepsi’ justru memunculkan persepsi seolah pemerintah melegalkan atau memfasilitasi perilaku seks bebas di lingkungan siswa sekolah dan remaja.
Pendidikan, kata dia, juga harus berlandaskan pada nilai-nilai keadaban yang luhur, nilai-nilai moralitas, serta nilai-nilai agama dan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. “Kok kemudian bisa ada aturan yang justru itu tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut,” kritiknya.
Kemudian, Sholihin menyebut terdapat tiga ranah pendidikan yang seharusnya dikuatkan, yakni pendidikan di ranah keluarga, di sekolah atau institusi pendidikan, serta di masyarakat. Menurut dia, pendidikan di ranah keluarga memegang peranan terbesar untuk membentuk karakter dan kepribadian anak.
“Jadi tiga itu harus dikuatkan, tidak bisa hanya bertumpu pada pendidikan di sekolah. Keluarga itu juga memegang peranan yang paling besar. Jadi harusnya aturan yang dibuat itu bagaimana untuk mendorong, menguatkan pendidikan di tiga sektor atau ranah ini. Bagaimana agar tiga ranah ini saling berkelanjutan dan saling menguatkan,” tandasnya.
Maka, Sholihin menegaskan Muhammadiyah tentu menolak adanya PP 28/2024 tersebut, yang justru memberikan ruang bagi perilaku seks bebas. Dia khawatir hal itu merusak karakter dan moralitas generasi masa depan, apalagi tengah menatap visi Indonesia Emas 2045.
“Kami tegas menolak, kami minta PP itu, aturan itu untuk segera diubah, segera direvisi. Itu berbahaya bagi generasi muda yang disiapkan untuk menyongsong Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sholihin juga menjelaskan soal peran Muhammadiyah dalam memberikan edukasi seksual dan kesehatan reproduksi, melalui penguatan karakter dan pendidikan moralitas serta agama yang kuat.
Menurut dia, Muhammadiyah selama ini telah menunjukkan mampu mencetak kader-kader atau siswa-siswa yang unggul, berkarakter dan berakhlak karimah, sehingga mampu membentengi diri dari hal-hal negatif berkaitan dengan pergaulan bebas.
“Kurikulum pendidikan di Muhammadiyah itu kan memadukan antara agama dengan kurikulum nasional atau secara umum kan. Dan saya rasa itu mampu menjawab tantangan pergaulan bebas di kalangan remaja yang semakin ke sini semakin mengkhawatirkan dengan semakin majunya teknologi,” kelakarnya.
“Tapi alhamdulillah pendidikan di lembaga-lembaga, sekolah-sekolah Muhammadiyah mampu melahirkan orang-orang terbaik,” pungkas Sholihin.
Reporter: Ubay NA