MAKLUMAT – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin berseloroh untuk mewajibkan seluruh WNI yang telah memiliki hak pilih untuk menyalurkan hak suaranya dalam Pemilu.
Zulfikar menilai, hal itu bisa menjadi salah satu langkah atau solusi efektif untuk mengurangi kecurangan Pemilu (electoral fraud).
“Wajib. Memilih itu wajib. Kalau tidak memilih, nanti ada denda,” kelakarnya dalam sebuah webinar bertajuk ‘Agenda Reformasi Sistem Pemilu di Indonesia’, melansir Antara pada Senin (9/12/2024).
Politisi Partai Golkar itu mencontohkan berkaca pada keberhasilan Australia, yang mewajibkan seluruh warga negaranya untuk memilih dalam Pemilu.
Zulfikar menyebut, setiap warga negara berusia minimal 18 tahun di Australia wajib memilih. Kecuali, jika mengalami gangguan mental atau tengah menjalani masa hukuman kurungan selama lebih dari tiga tahun.
Jika tidak memilih ketika Pemilu, lanjut Zulfikar, mereka akan dikenakan denda senilai 20 dolar Australia (AUD) sebagai sanksi.
Penerapan di Indonesia
Lebih lanjut, Zulfikar berpendapat, kebijakan semacam itu juga bisa diterapkan di Indonesia, dengan memberlakukan sanksi berupa denda uang ataupun berupa sanksi administrasi.
Menurutnya, dengan memberlakukan kewajiban memilih saat Pemilu, bakal mampu meminimalisir terjadinya praktik-praktik kecurangan, terutama berkaitan dengan penggunaan surat suara.
Termasuk, sebagai langkah untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih.
“Ini untuk mengurangi electoral fraud, gitu, ya. Untuk mengurangi perilaku yang tidak bagus,” ujar Zulfikar.
Zulfikar menekankan bahwa saat ini di Indonesia, memilih saat Pemilu adalah sebagai hak warga negara, bukan kewajiban. Sehingga, menurutnya sangat berpengaruh pada tingkat partisipasi pemilih yang fluktuatif.
Dalam Pilkada serentak 2024 yang baru saja usai misalnya, secara rata-rata nasional angka partisipasi pemilih tidak mencapai 70 persen.
Di sisi lain, dengan tingkat partisipasi yang rendah menyebabkan sejumlah surat suara tidak terpakai, dan bukan tidak mungkin akan memunculkan praktik kecurangan, dengan memanfaatkan surat suara yang tidak terpakai itu.
Jeda Waktu Nasional dan Daerah
Tak hanya itu, Anggota Dewan dari Dapil Jawa Timur III (Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso) itu juga menyarankan agar Pemilu dibagi menjadi Pemilu nasional dan Pemilu daerah, dengan waktu jeda selama dua tahun.
Belajar dari pesta demokrasi tahun 2024 ini, di mana Pemilu 2024 (Pilpres dan Pileg) digelar di tahun yang sama dengan Pilkada serentak 2024, Zulfikar berpendapat hal itu sebagai salah satu penyebab turunnya angka partisipasi pemilih.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengungkapkan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilpres 2024 di angka 81,78 persen dan 81,42 persen pada Pileg 2024.
Sementara itu, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2024 secara rata-rata nasional hanya berada di angkat 68 persen.