
MAKLUMAT — Temuan 300 ribu ton beras impor berkutu yang menumpuk di gudang Perum Bulog memicu kritik tajam dari berbagai pihak. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS dan PKB mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian dan Bulog, untuk bertanggung jawab atas buruknya pengelolaan stok pangan nasional.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Johan Rosihan, menilai kasus ini mencerminkan lemahnya tata kelola pangan dan berpotensi merugikan keuangan negara serta mengancam keamanan pangan masyarakat.
“Beras berkutu ini adalah sisa stok beras impor tahun lalu. Mengapa pemerintah tetap mengandalkan impor dalam jumlah besar jika akhirnya malah menumpuk dan tidak bisa digunakan? Ini bentuk pemborosan yang bertentangan dengan kebijakan efisiensi Pak Presiden Prabowo,” kata Johan dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (17/3/2025).
Ia mendesak Kementerian Perdagangan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap mekanisme pengadaan dan penyimpanan beras impor. Selain itu, ia meminta Badan Pangan Nasional memastikan tata kelola stok lebih efisien agar kejadian serupa tidak terulang.
Hal senada disampaikan oleh anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKB, Hindun Anisah. Ia menuding kurangnya transparansi dalam pengelolaan stok Bulog sebagai penyebab utama masalah ini.
“Jangan sampai dalih bahwa beras bisa difumigasi membuat seolah-olah negara tidak dirugikan. Ini jelas kerugian karena beras yang sudah berkutu tidak layak dikonsumsi,” tegas Hindun melansir keterangan resmi, Ahad (16/3/2025).
Hindun mencurigai jumlah beras yang rusak bisa lebih dari 300 ribu ton. Menurutnya, sejumlah kantor wilayah dan cabang Bulog belum sepenuhnya transparan dalam memberikan laporan mengenai stok beras yang ada di gudang.
Beras berkutu ini ditemukan Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto, saat sidak di Gudang Bulog Yogyakarta.
“Kami meminta Kementerian Pertanian segera mengambil tindakan agar beras ini tidak sampai beredar di pasar. Jika sudah berkutu, tentu tidak layak dikonsumsi,” kata Titiek.
Menanggapi hal ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan bahwa beras berkutu tersebut tidak akan disalurkan kepada masyarakat atau digunakan dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Namun, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa beras berkutu masih dapat dikonsumsi setelah melalui proses fumigasi.
“Beras berkutu itu sebenarnya masih bisa dikonsumsi karena menandakan tidak ada kandungan bahan kimia berlebih,” ujar Arief.
Johan Rosihan menegaskan bahwa permasalahan ini harus menjadi momentum evaluasi besar-besaran terhadap kebijakan pangan nasional. Ia juga menyoroti pentingnya penguatan produksi dalam negeri agar ketergantungan terhadap impor dapat dikurangi.
“Kita harus memperbaiki kebijakan pangan agar lebih berpihak kepada petani dan memastikan stok beras yang tersedia berkualitas baik untuk masyarakat. Pemerintah tidak boleh terus bergantung pada impor yang akhirnya merugikan rakyat sendiri,” kata Johan.
Komisi IV DPR RI memastikan akan terus mengawasi langkah-langkah pemerintah dalam menangani persoalan ini demi kepentingan masyarakat luas.