KETIKA sebagian besar masyarakat Indonesia terlelap tidur, ada ratusan anak muda yang tergabung dalam Masif (Muda Inklusif) mengadakan refleksi Kemerdekaan Republik Indonesia serentak di tujuh kota. Kegiatan dilaksanakan Rabu dini hari (16/8) di Jakarta, Malang, Yogyakarta, Padang, Banjarmasin, Denpasar, dan Bengkulu.
”Mulanya refleksi dilakukan di lima kota, tapi pada malam hari kemarin, beberapa anak muda di Denpasar dan Bengkulu menyatakan keinginan bergabung dalam gerakan ini. Semua didasarkan spirit yang sama, Rengasdengklok,” kata Abdul Musawir Yahya, koordinator nasional Masif.
Peristiwa Rengasdengklok menjadi spirit mereka. Penculikan yang dilakukan generasi muda yang diwakili Sukarni dkk pada 16 Agustus 1945 terhadap Soekarno-Hatta agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamirkan menjadi semangat anak-anak muda yang tergabung dalam Masif untuk mengambil peran kebangsaan saat ini.
Anak muda, menurut Abdul, memang harus berani mengambil peran. ”Saat ini perjuangannya adalah mengisi kemerdekaan. Apabila golongan tua dianggap gagal atau belum sukses, maka saatnya memberikan ruang lebih kepada generasi muda,” terangnya.
Di Jakarta, puluhan anak muda yang tergabung dalam Masif melakukan kegiatan refleksinya di Menteng. Begitu pula di beberapa daerah seperti di Malang, Yogyakarta, Padang, Banjarmasin, Denpasar, dan Bengkulu.
Secara serentak, tepat pukul 00.00 WIB untuk Jakarta, Malang, Yogyakarta, Bengkulu, dan Padang, acara refleksi dimulai. Di Banjarmasin dan Denpasar mengawali acara lebih dulu pada pukul 00.00 Wita dengan pesan yang sama, ini momentumnya anak muda.
Di Malang, wakil koordinator nasional Masif Baikuni Alshafa yang memimpin langsung acara refleksi didampingi koordinator wilayah Masif Jawa Timur Wilda Kumala Sari.”Generasi muda memang harus berani mengambil peran. Kalau perlu merebutnya,” ujar Alsha, sapaan Baikuni Alshafa.
Setelah pengantar yang penuh semangat dari Alsha, Wilda kemudian membacakan tiga poin refleksi. Pertama, pesan kepada pemerintah saat ini untuk lebih fokus menyelesaikan pengentasan problem ekonomi, lingkungan hidup, dan kualitas demokrasi.
”Pesan kami yang kedua agar kontestan Pemilu 2024, baik itu partai politik atau capres dan cawapres agar mengedepankan politik nilai. Hindari politik uang. Penting juga kiranya untuk meminimalisir perpecahan karena politik identitas,” kata Wilda.
Ketiga, mahasiswa pasca sarjana UGM itu juga menyampaikan pesan untuk penyelenggara Pemilu 2024. ”Jaga agar pemilu damai. Itu dimulai dengan netralitas penyelenggara. Mereka perlu juga menjaga demokrasi yang berkeadaban,” terang Wilda.
Di Yogyakarta, kegiatan dipusatkan di Tamantirto, Bantul, dengan tema: Menangkap Api Rengasdengklok. ”Di hadapan kita, sebentar lagi Pemilu 2024. Momentum ini hendaknya dijadikan sebagai ijtihad bagi seluruh elemen bangsa untuk meraih kemerdekaan yang sesungguhnya. Pemerintah dan para penyelenggara pemilu hendaknya menjalankan pemilu dengan bersih dan bermartabat, damai, dan tenteram,” tegas Daus.
Di Banjarmasin, belasan anak muda berkumpul di Jl A. Yani km 4,5, Kompleks Manunggal. Mereka berdiskusi dan membacakan tiga tuntutan yang sama seperti enam kota lainnya. ”Bagi kami, anak muda pantang dipinggirkan dari persoalan-persoalan kebangsaan,” ujar Faridha Kautsariyah Noor Kusuma, koordinator wilayah Masif Kalimantan Selatan.
Di Padang, kegiatan berlangsung di Sungai Bangek, Koto Tangah. Rahmat Hanafi, Koordinator wilayah Masif Sumatera Barat, memimpin diskusi yang dihadiri puluhan anak muda dari berbagai elemen di Padang.
”Anak muda harus peduli akan persoalan kebangsaan. Tidak boleh berpangku tangan. Perlu juga mendorong agar para politisi senior di negeri ini, memberikan ruang lebih kepada mereka yang lebih muda,” terang Rahmat.
Di Denpasar, sama halnya dengan Banjarmasin, mereka lebih dulu sejam dalam melakukan aksi karena mengikuti waktu Indonesia tengah (Wita). ”Peran generasi muda sudah dilakukan sejak era kemerdekaan. Kini, kami mewarisi gerakan dan semangat itu,” ujar Ferry Firmansyah, Koordinator wilayah Masif Bali. (*)
Reporter: Ode
Editor: Mohammad Ilham