Tok! RUU BUMN Disahkan, Ubah Kementerian Jadi Badan Pengaturan

Tok! RUU BUMN Disahkan, Ubah Kementerian Jadi Badan Pengaturan

MAKLUMAT — DPR RI resmi mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

“Apakah rancangan tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meminta persetujuan para fraksi.

“Setuju,” sambut seluruh fraksi secara serentak.

Sebelumnya, Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini, menyebut bahwa pembahasan RUU BUMN telah melibatkan diskusi publik serta masukan dari kalangan akademisi.

Ia mengungkapkan, serangkaian rapat intensif telah dilaksanakan pada 23–26 September 2025. Fraksi-fraksi di Komisi VI DPR RI dan pemerintah juga disebut telah menyetujui.

“Fraksi-fraksi di Komisi VI bersama pemerintah menyetujui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN untuk selanjutnya dibahas dalam tingkat II,” kata Anggia.

Poin Pokok Revisi UU BUMN

Dalam revisi UU BUMN kali ini, diketahui terdapat 84 pasal yang mengalami perubahan dengan 11 poin pokok utama. Pertama, terkait pembentukan Badan Pengaturan (BP) BUMN sebagai lembaga penyelenggara tugas pemerintahan di bidang BUMN.

Kedua, Penambahan kewenangan BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN. Ketiga, dividen saham seri A Dwiwarna dikelola BP BUMN dengan persetujuan presiden.

Kemudian, keempat adalah larangan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, serta dewan pengawas BUMN sesuai putusan MK Nomor 120/PUU-XXIII/2025.

Baca Juga  Koperasi Merah Putih Diharapkan Jadi Jalur Baru Distribusi Pupuk Subsidi

Kelima, penghapusan ketentuan bahwa direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara.

Selain itu, keenam, revisi UU BUMN juga menegaskan kesetaraan gender dalam jabatan direksi, komisaris, dan manajerial BUMN. Ketujuh, terkait pengaturan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, maupun pihak ketiga.

Kedelapan, menegaskan pengecualian pengurusan BMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN. Kesembilan adalah pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh BPK.

Kesepuluh, terkait mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN menjadi BP BUMN, serta terakhir soal pengaturan jangka waktu rangkap jabatan menteri atau wakil menteri sejak putusan MK diucapkan, serta aturan substansial lainnya.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *