SETIAP tahunnya, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan itu ditujukan sebagai refleksi akan esensi pentingnya pendidikan bagi bangsa dan negara Indonesia. Juga sebagai bentuk apresiasi terhadap Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara.
Peringatan Hardiknas setiap tanggal 2 Mei sebagai hari nasional tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 Tanggal 16 Desember 1959. Tanggal tersebut dipilih berdasarkan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir dalam momentum refleksi Hari Pendidikan Nasional 2024 menyatakan pentingnya membangun generasi Indonesia yang memiliki jiwa dan karakter yang kuat. Sebab, pendidikan bukanlah pabrik untuk menciptakan ‘robot-robot’.
“Pendidikan nasional tidak boleh hanya menjadi pabrik yang menghasilkan ‘robot-robot’ pekerja yang tidak memiliki jiwa dan akal budi. Membangun Indonesia melalui pendidikan haruslah meliputi jiwa dan raga,” katanya di Yogyakarta, Kamis (2/5/2024)..
Haedar menyatakan, menjadi sebuah distorsi jika pendidikan hanya menghasilkan individu yang mekanis dan kurang memiliki kedalaman jiwa. Meski masyarakat kini hidup di zaman revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), namun setiap orang tetap dituntut bekerja dalam pranata modern.
“Pendidikan harus tetap berada dalam orbit utamanya, yakni mencerdaskan akal-budi manusia menuju peradaban utama. Pendidikan Indonesia harus menghasilkan insan-insan yang kuat dalam religiusitasnya, berakar pada iman dan takwa, dengan akhlak yang mulia, berilmu, mahir dalam penguasaan teknologi, dan memiliki keahlian dalam berbagai bidang,” tegas
Mereka, kata Haedar, juga diharapkan menjadi individu yang berjiwa sosial, mampu hidup secara bergotong royong dan berkontribusi bagi kemajuan masyarakat. Maka dari itu, penting membangun pendidikan yang holistik, yang tidak hanya mengutamakan aspek akademis dan teknis, tetapi juga menekankan pengembangan jiwa dan karakter yang kokoh bagi generasi penerus bangsa.
“Hanya dengan pendekatan yang komprehensif seperti ini, Indonesia dapat menghasilkan insan-insan yang berdaya saing tinggi dan memiliki kontribusi yang berarti dalam membangun bangsa yang lebih baik,” tegas Haedar.
Guru besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu juga mengingatkan agar jangan sampai pendidikan Indonesia memisahkan dan mengabaikan nilai-nilai Pancasila, agama, dan nilai luhur bangsa.
“Bagaimana mendidik insan Indonesia yang beriman-taqwa, berakhlak mulia, menguasai iptek, cerdas berkeahlian, dan berkebudayaan tinggi. Itulah pendidikan nasional yang konstitusional,” tutupnya.
Sumber: Muhammadiyah.or.id
Editor: Aan Hariyanto