AMPHURI akan Gugat UU Haji-Umrah ke MK: Umrah Mandiri Dinilai Ancam Perlindungan Jemaah dan Ekonomi Umat

AMPHURI akan Gugat UU Haji-Umrah ke MK: Umrah Mandiri Dinilai Ancam Perlindungan Jemaah dan Ekonomi Umat

MAKLUMATAsosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) akan menggugat Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Langkah itu diambil karena legalisasi umrah mandiri dianggap berpotensi membahayakan jemaah, melemahkan peran negara, dan merusak ekosistem ekonomi berbasis keumatan.

Sekretaris Jenderal AMPHURI Zaki Zakariya menuturkan, pihaknya bersama 12 asosiasi penyelenggara haji dan umrah tengah menyiapkan sejumlah langkah, termasuk judicial review (JR) ke MK.

“Kami akan terus berupaya menjaga ekosistem haji dan umrah berbasis keumatan. Judicial review ke MK menjadi salah satu opsi yang kami pertimbangkan,” ujar Zaki, Senin (26/10).

Zaki menegaskan keresahan penyelenggara haji dan umrah bukan karena takut bersaing dengan sistem digital global, tetapi karena nilai ibadah dan tanggung jawab sosial di balik industri ini.

“Kami ingin memastikan masyarakat yang beribadah ke Tanah Suci tetap dibimbing, dilindungi, dan membawa berkah bagi umat. Ini bukan sekadar transaksi global,” tandasnya.

Ia mengingatkan, jemaah yang berangkat melalui skema umrah mandiri berpotensi tidak mendapat bimbingan manasik, pendampingan fiqh, maupun perlindungan hukum.

“Kalau terjadi gagal visa, gagal berangkat, kehilangan bagasi, atau penipuan, tidak ada pihak yang bertanggung jawab secara hukum,” kata Zaki dengan nada tinggi.

AMPHURI menilai kebijakan umrah mandiri juga berisiko menimbulkan pelanggaran aturan lintas negara. Banyak calon jemaah awam belum memahami regulasi syar’i dan administratif di Arab Saudi. Hal sederhana seperti memberi makan burung di area Masjidil Haram saja bisa didenda besar. Apalagi jika melanggar regulasi yang lebih berat.

Baca Juga  Lanjutkan Sidang Sengketa Pileg, MK Pastikan Putusan Sebelum Pendaftaran Pilkada 2024

Ia menekankan kebijakan ini bisa menimbulkan kasus hukum, kehilangan perlindungan, hingga citra buruk bagi jemaah Indonesia.

Sebelumnya diinformasikan, pemerintah bersama DPR resmi melegalkan umrah mandiri lewat Pasal 86 UU PIHU. Aturan itu mensyaratkan calon jemaah memiliki paspor minimal enam bulan, tiket pulang-pergi, surat keterangan sehat, visa, dan bukti pembelian layanan dari penyedia resmi di Sistem Informasi Kementerian Haji.

AMPHURI menilai regulasi ini belum memuat mekanisme perlindungan dan pengawasan yang memadai bagi jemaah, terutama mereka yang berangkat tanpa bimbingan biro resmi.

“Negara seharusnya memastikan jemaah terlindungi dari risiko penipuan dan kelalaian administratif. Jangan sampai regulasi ini justru merugikan umat,” harap Zaki

*) Penulis: R Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *