29.3 C
Malang
Jumat, November 22, 2024
KilasAnggaran Pendidikan Rp 107,9 Triliun Mengendap di Bank: Belum Terserap Selama Tahun...

Anggaran Pendidikan Rp 107,9 Triliun Mengendap di Bank: Belum Terserap Selama Tahun Anggaran 2023

Ilustrasi anggaran pendidikan tidak terserap di tengah 4,1 juta anak dan remaja usia 7-18 tahun tidak bersekolah. Foto:Canva

MAKLUMAT — Anggaran pendidikan Rp 107,9 triliun ternyata mengendap di rekening bank selama tahun anggaran 2023. Berdasarkan data yang dirilis DPR, realisasi anggaran pendidikan tahun 2023 hanya mencapai Rp 513,38 triliun dari total anggaran sebesar Rp 621,28 triliun, atau hanya 16,45 persen dari belanja negara.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Nevi Zuairina, mengungkapkan bahwa pemerintah masih belum mengoptimalkan pengeluaran wajib (mandatory spending) dengan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Ini memberikan indikasi bahwa pemerintah tidak konsisten dengan arah kebijakan negara terkait dengan mandatory spending dan pembangunan kualitas SDM dan pendidikan,” kata Nevi dalam keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024).

Nevi menyoroti bahwa tingginya anggaran pendidikan yang tidak terealisasi menjadi sebuah ironi di tengah 4,1 juta anak dan remaja usia 7-18 tahun yang tidak bersekolah.

“Bahkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masuk jajaran terendah di negara-negara G20, dan kesejahteraan guru belum memadai,” lanjut Nevi, politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ia mendorong pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh pengeluaran wajib bidang pendidikan melalui mekanisme Transfer Ke Daerah (TKD). Pada tahun 2023, anggaran pendidikan melalui TKD mencapai Rp 305,60 triliun dengan realisasi Rp 306,00 triliun.

Menurut Nevi, penting untuk menyusun dan menetapkan mekanisme pemantauan anggaran untuk memastikan pengalokasian, realisasi, serta ketercapaian output dan outcome dari pelaksanaan anggaran lebih terarah.

Nevi juga mengutip temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa penganggaran mandatory spending bidang pendidikan pada APBN tahun 2023 belum didukung dengan perencanaan program atau kegiatan yang memadai.

Di sisi lain, meski Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional tahun 2023 turun menjadi 5,32 persen atau 7,86 juta jiwa dari 5,86 persen atau 8,42 juta jiwa pada tahun 2022, hal ini masih dianggap belum optimal.

“Masih di atas rata-rata TPT sebelum pandemi di kisaran 4,94 persen atau 6,93 juta jiwa. Sulitnya anak-anak muda mendapatkan pekerjaan di sektor formal telah menjadi keluhan secara meluas,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nevi juga menyoroti target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang belum tercapai. Berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, target IPM sebesar 75,54, namun yang tercapai pada tahun 2023 hanya sebesar 74,39 dari target APBN 2023 sebesar 73,31 – 73,49.

Namun, Nevi mengapresiasi capaian penerimaan negara yang melampaui target. Baik pada penerimaan perpajakan sebesar 101,69 persen maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 118 persen pada 2023.

“Kita harus terus mendorong pemerintah agar terus melakukan reformasi penerimaan negara dengan terus menyasar sumber-sumber penerimaan baru,” katanya.

Dede Yusuf Minta Dilakukan Audit Bersama

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mendesak untuk melakukan audit bersama. Audit bisa dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait, yang turut menerima alokasi 20 persen anggaran pendidikan dari APBN.

Dede menegaskan pentingnya kerja sama Kemendikbudristek dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Audit bersama ini sangat krusial untuk menentukan kebijakan penempatan alokasi anggaran pendidikan pada pemerintahan mendatang.

“Kami meminta Kemendikbudristek melakukan koordinasi untuk audit bersama  karena sebagian besar anggaran pendidikan tidak dikelola langsung oleh Kemendikbudristek,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa sebagian anggaran pendidikan masuk ke Dana Abadi Pendidikan sebesar Rp 15 triliun di bawah Kementerian Agama. Sementara anggaran sebesar Rp 47,31 triliun disebar ke beberapa K/L yang memiliki program pendidikan.

Dede menilai besarnya anggaran pendidikan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi layanan pendidikan yang masih minim. Hal ini menyebabkan kesenjangan akses pendidikan, serta kesejahteraan guru dan tenaga pendidik yang belum memadai.

Untuk menangani masalah ini, Komisi X DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan. Melalui Panja tersebut, Dede mendorong reformulasi kebijakan anggaran pendidikan di Indonesia.

“Panja Pembiayaan Pendidikan akan berusaha membuat rekomendasi-rekomendasi untuk pemerintah supaya kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan bisa lebih efektif dan efisien,” jelas Dede.

Ia menekankan pentingnya koordinasi antara Kemendikbudristek dengan kementerian lainnya, seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, dan lembaga lain yang mengelola anggaran pendidikan.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer