ORGANISASI menurut James G. March dalam Buku Organisasi Tata Laksana dan Lembaga Kearsipan diartikan sebagai kumpulan himpunan yang saling mempengaruhi manusia, dan mereka merupakan himpunan-himpunan yang paling luas di dalam masyarakat kita yang memiliki sesuatu yang sama dalam sistem koordinasi.
Pendapat tersebut menjadi cerminan atas apa yang terjadi di masa kontestasi politik yang begitu deras. Akhir-akhir ini pun semakin terasa sesak ketika setiap pertemuan di dunia nyata dan dunia maya dipenuhi dengan caci maki antar pendukung calon presiden.
Imbasnya juga dalam pertemuan antar anggota sebuah organisasi, perbedaan dukungan dan pendapat masing-masing anggota potensi membuat keretakan apabila tidak dihadapi dengan kedewasaan pandangan. Beberapa hari lalu media nasional dihebohkan dengan pemberitaan perbedaan pandangan politik yang mengakibatkan berhentinya pimpinan di bawahnya karena dianggap tidak sejalan dengan pimpinan pusat organisasi.
Fenomena tersebut menggambarkan bagaimana sebuah himpunan juga memiliki keinginan untuk saling mempengaruhi satu sama lain, termasuk pimpinan organisasi di bawahnya. Hal tersebut harus menjadi sebuah pembelajaran bagi semua organisasi, bahwa organisasi harus terbentuk lewat adanya garis koordinasi dan instruksi guna mencapai tujuan bersama. Bukan malah sebaliknya, hal ini untuk menjembatani politik praktis yang mengakibatkan organisasi tersebut dipandang tidak konsisten oleh masyarakat atau pengikutnya.
Setiap organisasi tentu mempunyai pandangan dan cara berpolitik yang berbeda dengan ragam klasifikasi berikut; Organisasi yang lugas dan tegas dalam menyatakan sikap politik praktisnya, Organisasi yang cenderung argumentatif dan berjarak dengan kekuasaan, dan ada organisasi yang secara historis tegak menjunjung landasan dasar berorganisasi.
Sebagai contoh Muhammadiyah, organisasi yang telah lahir dari rahim pemikiran Kiai Ahmad Dahlan tahun 1912. Organisasi yang lebih dulu hadir jauh sebelum negara Republik Indonesia terbentuk, telah menunjukkan sikap tegas dan instruktif dalam menyatakan sikap politiknya di kontestasi pemilu 2024.
Hal tersebut senada dengan yang disampaikan Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. (Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah) yang melakukan konferensi pers dengan lugas memberikan kewenangan individu pada setiap tokoh dan anggota Muhammadiyah dalam mendukung salah satu pasangan calon presiden. Dengan tetap menjunjung tinggi sikap toleransi dan bertanggung jawab untuk tidak menggunakan fasilitas organisasi dalam kegiatan politik praktis.
Sifat pernyataan ini mengatur dan berkordinasi agar tidak terjadi disintegrasi antar anggota Muhammadiyah. Khususnya dalam berprilaku sebagai masyarakat yang aktif berpolitik dalam konteks sebagai warga negara Indonesia dengan tetap teguh menjaga nilai dan marwah Muhammadiyah.
Dalam kesempatan yang lain, pasca debat ketiga calon presiden menunjukkan arus derasnya dukungan tokoh-tokoh Muhammadiyah melalui pernyataan sikap keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon presiden. Prof. Dr. Haedar Natsir, M.Si. (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah) mengeluarkan statemen agar semua menjaga Persyarikatan Muhammadiyah.
Berikut pernyataan detailnya; “Jaga marwah Muhammadiyah. Jangan jadikan gedung, atribut, dan fasilitas milik persyarikatan menjadi arena kegiatan politik partisan dan gerakan politik kepentingan yang tidak sejalan dengan karakter Muhammadiyah. Segenap kader, lebihlebih pimpinan di seluruh tingkatan dan organ Persyarikatan mesti konsisten memedomani kepribadian, khittah, dan ketentuan organisasi. Tidak bertindak sendiri dengan menyalagunakan dan merugikan organisasi.”
Statemen tegas tersebut sebagai himbauan kepada seluruh pimpinan dan anggota Muhammadiyah agar bersama-sama menjaga Muhammadiyah dan saling mengingatkan satu dengan yang lainnya. Sikap netral ini menunjukkan jati diri Muhammadiyah yang tidak akan terbawa oleh arus politik partisan.
Muhammadiyah merupakan organisasi yang menisbatkan diri sebagai pengikut ajaran Nabi Muhammad SAW, membawa misi Rahmatan lil’alamin dengan terus memberikan sumbangsihnya untuk sesama dan lingkungan sekitar. Sejak kelahiran Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan banyak menginspirasi tokoh di masa pergerakan Indonesia. Termasuk Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Dalam sambutannya di resepsi Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Gelora Bung Karno (25 November 1962), dia bercerita jika sejak usia 15 tahun telah terpukau kepada Kiai Ahmad Dahlan yang sering datang ke Surabaya. Bertemu Umar Said Cokroaminoto dan mengisi acara Tabligh di beberapa masjid termasuk di Kampung Peneleh, yang kala itu Soekarno tinggal di rumah Umar Said Cokroaminoto.
Soekarno dalam sambutannya juga mengatakan kalau dia anggota Muhammadiyah, dan Soekarno heran karena sejak menjadi Presiden Republik Indonesia tidak pernah sekalipun ditagih kontribusi oleh Muhammadiyah. Hingga kemudian dia berkata dalam bahasa Belanda “met terugwerkende kracht” artinya sejak sambutan itu, Soekarno ingin ditagih kontribusinya kepada Muhammadiyah.
Sepenggal kisah terkait Soekarno dan Muhammadiyah menunjukkan bahwa posis nyata organisasi Muhammadiyah dalam geliat godaan kekuasaan. Muhammadiyah tetap dalam jalur perjuangannya tanpa menagih kontribusi seorang anggota Muhammadiyah yang mempunyai kekuasaan. Muhammadiyah tetap teguh menjalankan Matan dan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dalam setiap hembusan geliat kekuasaan.
Anomali organisasi semoga tidak terjadi dalam setiap ceremony politik lima tahunan. Setiap stakeholder dari Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Ranting harus mampu menjaga ideologi Persyarikatan yang telah matang mengarungi dinamika politik di negeri ini. (*)
*) Ditulis oleh Dr. dr. Sukadiono, M.M, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah MATAN PWM Jatim Edisi 211: Februari 2024