PENGADILAN Kriminal Internasional (ICC) pada Senin (20/5/2024) telah meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang di Gaza.
Selain terhadap dua petinggi Israel tersebut, jaksa ICC juga meminta surat perintah penangkapan serupa terhadap tiga pimpinan gerakan pejuang Hamas Palestina, yaitu Yahya Sinwar, Mohammed al-Masri, dan Ismail Haniyeh. Ketiganya dituduh berperan dalam serangan 7 Oktober 2023 silam ke Israel, dan terlibat kejahatan perang, serta kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dilansir Reuters, pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri menyampaikan protesnya terhadap putusan ICC tersebut. Dia tidak terima jika ketiga pentolan Hamas itu disamakan dengan pelaku atau algojo yang membantai korban.
Menurut Abu Zuhri, putusan ICC untuk memerintahkan penangkapan terhadap para petinggi Hamas justru akan memberikan dorongan kepada Israel untuk melanjutkan perang ‘pemusnahan masal’ alias genosida di Gaza.
Beda Sikap Prancis dengan AS
Kementerian Luar (Kemlu) Negeri Prancis mendukung penangkapan terhadap dua petinggi Israel, serta tiga pimpinan Hamas. Dalam rilisnya, Kemlu Prancis menyebut penangkapan terhadap sejumlah nama tersebut merupakan bentuk perjuangan melawan impunitas.
Israel tak bisa luput dari hukuman atas serangan ke Gaza yang telah menewaskan lebih dari 35.000 orang dalam 7 bulan terakhir. “Prancis mendukung Pengadilan Kriminal Internasional, sikap independensinya, dan perjuangan melawan impunitas dalam segala situasi,” bunyi pernyataan Kemlu Prancis, dikutip dari Reuters pada Rabu (22/5/2024).
Disebutkan, Israel sangat mungkin melakukan kejahatan humaniter internasional akibat serangannya ke Gaza. Selain itu, Prancis juga mengecam pembunuhan yang disebutnya sebagai sikap anti-semit oleh Hamas terhadap Israel.
Kemlu Prancis menegaskan ICC punya hak untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan berdasarkan hasil penyelidikan yang mereka lakukan. “Sejauh menyangkut Israel, terserah pada majelis pra-persidangan pengadilan untuk memutuskan apakah akan mengeluarkan surat perintah ini, setelah memeriksa bukti yang diajukan oleh jaksa,” lanjut pernyataan Kemlu Prancis.
Sikap Prancis tersebut, berbeda dengan sekutunya, Amerika Serikat (AS) yang tegas menolak surat perintah penangkapan ICC terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant.
Presiden AS, Joe Biden bahkan menyebut langkah hukum terhadap pejabat Israel itu sebagai tindakan keterlaluan dan bukti nyata anti-semit. Menurut dia, tak ada praktik genosida yang dilakukan Israel di Gaza.
“Israel harus melakukan semua yang bisa dilakukan untuk memastikan perlindungan warga sipil, tetapi izinkan saya menjelaskan, bertentangan dengan tuduhan terhadap Israel yang dibuat oleh Mahkamah Pidana Internasional, yang terjadi bukanlah genosida, kami menolaknya,” kata Biden dalam konferensi pers pada Senin (20/5/2024) waktu AS.
Sebelumnya, Jaksa ICC Karim AA Khan pada Senin (20/5/2024) lalu telah meminta surat perintah penangkapan terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, serta tiga pimpinan Hamas.
Meski demikian, banyak pihak meragukan apakah negara-negara yang meneken Statuta Roma, yang menjadi dasar pembentukan ICC, mau menerapkan perintah tersebut atau tidak.
Adanya perintah penangkapan ICC tersebut, berarti bahwa nama-nama yang disebut bisa saja ditangkap Ketika melakukan kunjungan ke negara-negara anggota ICC, termasuk sebagian besar negara Eropa.
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto