DIREKTUR Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) yang dilaporkan oleh para peserta Pemilu 2024 kepada KPU seolah hanya sekedar formalitas semata.
Bukan tanpa alasan, dari 18 partai politik (parpol) yang telah menyerahkan LADK ke KPU dinyatakan belum lengkap dan belum sesuai dengan beberapa ketentuan yang diinformasikan.
“Kami (DEEP) mendorong seluruh peserta Pemilu untuk memperbaiki LADK yang tidak hanya sekedar basa basi dan formalitas belaka,” ujar Neni, Rabu (10/1/2023).
Seperti diketahui, terdapat 119 calon anggota legislatif (caleg) yang belum melaporkan LADK, dari total sejumlah 9.917 caleg yang lolos di DCT (daftar calon tetap). Rinciannya, berasal dari PKB satu orang, PDIP 5 orang, Partai Buruh dua orang, Partai Gelora 110 orang, serta Parta Ummat satu orang.
Menurut Neni, pengumuman LADK adalah hal yang penting, supaya publik dapat melihat caleg mana yang memiliki komitmen untuk menjunjung tinggi nilai integritas dan mana yang hanya memenuhi prosedural serta bertindak asal-asalan dalam menyampaikan LADK.
Namun, dari LADK yang telah diumumkan KPU, justru memperlihatkan bahwa dalam aspek kepatuhan terhadap regulasi atau peraturan ternyata masih banyak yang belum sesuai. Belum lagi jika nanti dilakukan pengecekan terkait validitas data yang dilaporkan.
“Hal ini juga menunjukkan bahwa pelaporan dana kampanye tidak menjadi hal yang dianggap serius,” kata perempuan yang juga menjabat Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah itu.
Berdasarkan data LADK yang telah terkumpul itu, diketahui PDIP sebagai parpol dengan penerimaan tertinggi, mencapai Rp 183 miliar. Sementara PBB adalah parpol dengan penerimaan terendah, hanya berkisar Rp 301 juta.
Namun, Neni mengkritisi, bahwa dari laporan yang telah dipublikasikan, masyarakat hanya bisa melihat jumlah nominalnya saja, tanpa bisa mengetahui rincian detailnya. Termasuk, kata dia, pendanaan dan sumber dari pihak ketiga yang seharusnya secara detail bisa dilihat identitas penyumbangnya.
“Dengan keterbukaan tersebut, setidaknya publik dapat mengetahui apakah ada atau tidak penyumbang yang melebihi batas kewajaran sesuai dengan aturan perundang-undangan,” kritiknya.
Begitu pun dari sisi pengeluaran, PDIP menjadi parpol dengan pengeluaran terbesar, mencapai Rp 115 miliar. Meskipun, lagi-lagi publik tidak bisa melihat secara detail peruntukan pengeluaran tersebut.
Namun, Neni menilai, pengeluaran besar PDIP adalah hal yang wajar, sebab penerimaannya juga besar. Di sisi lain, Neni menyesalkan LADK PSI yang terkesan sama sekali tidak serius. Pengeluarannya hanya Rp 180 ribu, padahal penerimaan partai yang dipimpin putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep itu mencapai Rp 2 miliar.
“Kondisi ini cukup ironi, partai yang melekat dengan narasi muda dan dekat dengan anak-anak muda seharusnya mampu mengedepankan transparansi dan akuntabilitas pada laporan pengeluaran dana kampanye,” tandasnya.
“(Laporan PSI tidak masuk akal) Sebab kita melihat baliho, spanduk serta alat peraga kampanye PSI lainnya ada di mana-mana, bahkan nyaris di setiap kecamatan dan desa seluruh Indonesia. Termasuk juga intensnya PSI mengadakan pertemuan terbatas dan tatap muka,” pungkasnya.
KPU Minta Parpol Perbaiki LADK
Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik menjelaskan, data LADK parpol yang belum lengkap akan dikembalikan dan diminta untuk segera memperbaikinya.
KPU memberikan waktu untuk perbaikan LADK paling lambat hingga 12 Januari 2024 pukul 23.59 waktu setempat.
“LADK (yang belum lengkap) partai politik peserta Pemilu akan dikembalikan dan dilakukan perbaikan selama 5 (lima) hari sejak menerima tanda pengembalian dan berita acara hasil pencermatan dari KPU RI, paling lambat pukul 23.59 waktu setempat,” kata Idham Holik. (*)
Reporter: A. Ashim Muttaqin
Editor: Aan Hariyanto