DIREKTUR Democracy and Electorel Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati memberikan pandangannya soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memberhentikan tetap Hasyim Asyari dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Neni menilai, institusi penyelenggara Pemilu masih memiliki banyak kelemahan, terutama soal konsistensi etis dan integritas. Dia mengaku mendapatkan banyak feedback yang justru menyudutkan korban pasca DKPP membacakan putusannya.
“Tidak sedikit chat yang masuk melalui jaringan pribadi saya, malah blame kondisi korban. Anggapan bahwa ini dijebak, ada kepentingan politis, difitnah dan stigmatisasi negatif lainnya kepada korban,” tulisnya dikutip dari akun media sosial pribadinya, Ahad (7/6/2024).
“Heran saya, pelaku kekerasan seksual sampai dibela mati-matian malah diberikan karpet merah di ruang publik bahkan menjadi khatib shalat idul adha. Sama sekali tidak berpihak dan memikirkan kondisi psikologis korban,” imbuh Neni.
Neni menegaskan, pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim bukanlah kali pertama terjadi, tapi sudah berkali-kali dan telah beberapa diberikan sanksi peringatan keras oleh DKPP. Dia mengapresiasi putusan terakhir DKPP untuk memberhentikan tetap Hasyim karena kasus Tindakan asusila.
“Saat DKPP mengambil keberanian dan tegas memberikan sanksi maksimal, serta mampu memperjuangkan keadilan, saya sangat mengapresiasi dan respect tak terhingga,” tandas perempuan asal Bandung, Jawa Barat itu.
Tak hanya itu, Neni juga menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang tak pernah lelah mengawal demokrasi di Indonesia. Termasuk dalam kasus-kasus penyelenggara Pemilu yang menurutnya tidak mudah.
“Apresiasi juga saya sampaikan kepada masyarakat sipil yang tidak pernah lelah mengawal banyaknya kasus pelanggaran pemilu especially for this case yang sangatlah tidak mudah di tengah menghadapi kondisi bebal politik,” kata perempuan yang juga menjabat Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah itu.
Neni berharap, kasus yang menjerat Hasyim itu bisa menjadi pembelajaran, sekaligus menjadi momentum untuk melakukan pembenahan dan evaluasi penyelenggaraan Pemilu dan demokrasi di Indonesia secara komprehensif.
“Integritas itu harga mati dan jangan pernah main-main!! Hasil psikotes saat seleksi itu tidak menjadi jaminan integritas penyelenggara apalagi seleksinya juga tidak serius dan hanya prosedural saja,” harapnya.
Neni mengajak seluruh elemen masyarakat tak pernah lelah untuk mengawal demokrasi, termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 yang akan segera digelar pada Bulan November nanti.
“Yuk, bareng-bareng jaga dan kawal pilkada 2024 untuk menyelematkan demokrasi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja!” pungkas Neni.
Reporter: Ubay NA