Erick Thohir Resmi Jadi Menpora: Tantangan Baru Setelah Sukses di BUMN

Erick Thohir Resmi Jadi Menpora: Tantangan Baru Setelah Sukses di BUMN

MAKLUMAT – Perubahan posisi Erick Thohir dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dalam kabinet periode 2024–2029 bukan sekadar pergeseran jabatan. Ia adalah titik silang antara rekam jejak korporasi negara yang sudah matang dan kebutuhan mendesak terhadap pembinaan pemuda dan olahraga sebagai fondasi masa depan bangsa.

Penulis:Nurkhan

Bagi masyarakat yang kritis, pertanyaan besar muncul: bagaimana transfer kapasitas dan inovasi dari sektor BUMN bisa diaplikasikan dalam sektor olahraga dan kepemudaan? Situasi ini menghadirkan tantangan besar sekaligus peluang strategis.

Selama memimpin Kementerian BUMN, Erick Thohir berhasil mendorong transformasi signifikan dan terukur. Antara 2020–2023, kontribusi BUMN ke negara dalam bentuk pajak, non-pajak, dan dividen mendekati Rp1.940 triliun. Rinciannya: pajak sekitar Rp1.391,4 triliun, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan lainnya Rp354,2 triliun, serta dividen Rp194,4 triliun. Lebih spesifik, dividen BUMN meningkat drastis dari sekitar Rp40–45 triliun pada awal periode menjadi lebih dari Rp80 triliun di 2023.

Selain aspek keuangan, Erick juga membenahi tata kelola: menggabungkan regulasi (Permen) BUMN dari puluhan menjadi beberapa regulasi inti, memperkuat transparansi, serta mengawasi kasus-kasus korupsi besar seperti Jiwasraya dan Asabri. Di bidang keuangan, kinerja juga membaik: revenue BUMN meningkat, margin EBITDA membaik, dan rasio utang terhadap modal lebih sehat. Semua ini memberinya kredibilitas sebagai pemimpin yang mampu membawa perubahan di organisasi besar dan kompleks.

Baca Juga  Islam Berkemajuan dalam Praktek Ibadah Puasa Ramadhan

Saat resmi dilantik sebagai Menpora oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 September 2025, Erick menyampaikan beberapa fokus pokok: pembangunan kapasitas pemuda agar mampu bersaing global, pembinaan kepemudaan yang menumbuhkan cinta tanah air, serta olahraga sebagai alat pemersatu bangsa dan sarana meningkatkan prestasi dunia. Ia menegaskan olahraga bukan hanya soal menang di arena internasional, tetapi juga pendorong tumbuhnya ekonomi masyarakat lewat kompetisi, sarana, dan industri olahraga.

Tantangan Mendasar

Birokrasi olahraga—lembaga cabang, federasi daerah, KONI, KOI, pelatih, atlet—masih menghadapi masalah regulasi rumit, distribusi dana tidak merata, dan fasilitas yang timpang antara pusat dan daerah. Selain itu, masyarakat cenderung melihat olahraga sebagai indikator prestasi cepat: medali, juara, peringkat. Tekanan ini sering mengorbankan pembinaan jangka panjang.

Erick membawa modal manajemen dari BUMN: efisiensi, transparansi, tata kelola profesional, dan orientasi hasil. Jika nilai-nilai ini dapat diadaptasi, maka Kemenpora ke depan bisa memperkuat beberapa aspek berikut:

  1. Pembinaan Berjenjang dan Infrastruktur
    Peningkatan fasilitas lokal dan daerah, pusat pelatihan atlet, serta akses pelatihan di wilayah terpencil. Erick bisa mendorong model investasi infrastruktur dengan partisipasi swasta dan sponsor, mirip pola proyek skala besar BUMN.

  2. Industri Olahraga sebagai Penggerak Ekonomi
    Olahraga bukan sekadar kompetisi, tetapi juga industri: perlengkapan, apparel, event, media, pelatihan, hingga pariwisata olahraga. Erick dapat memanfaatkan pengalamannya di dunia usaha untuk membangun ekosistem olahraga yang profesional dan berkelanjutan.

  3. Governance dan Akuntabilitas
    Prinsip pengawasan, audit, kepatuhan, dan perang terhadap korupsi harus diterapkan dalam regulasi olahraga, terutama terkait anggaran, dana hibah daerah, dan pengelolaan atlet/pelatih.

  4. Pemberdayaan Pemuda secara Luas
    Dengan populasi pemuda sekitar 131 juta orang, peluang besar ada pada pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, pelatihan digital, hingga fasilitas komunitas. Erick menekankan pemuda sebagai fondasi bangsa.

Baca Juga  Refleksi Akhir Tahun 2024: Konsolidasi Demokrasi Pasca Pemilu

Risiko yang Mengintai

  • Anggaran dan Alokasi Sumber Daya. Dana Kemenpora tidak sebesar BUMN, sementara alokasi ke daerah sering terkendala birokrasi dan politik lokal.

  • Harapan Publik vs Realitas Waktu. Publik menuntut prestasi instan, sementara pembinaan butuh waktu panjang.

  • Koordinasi Pusat-Daerah. Variasi fasilitas, SDM pelatih, dan pendanaan lokal sangat beragam. Tanpa standar jelas, program bisa timpang.

  • Konsistensi Kebijakan. Federasi dan organisasi lapangan harus tunduk pada regulasi. Korupsi atau intervensi politik bisa merusak upaya transformasi.

Momentum Transformasi

Perpindahan Erick Thohir ke Kemenpora bukanlah degradasi, melainkan kesempatan strategis untuk membawa keahlian manajemen publik ke ranah pembangunan karakter pemuda dan prestasi olahraga.

Jika Erick mampu meramu visi besar dengan langkah konkret—revitalisasi fasilitas, regulasi jelas, kolaborasi swasta, serta pengawasan ketat—ia berpeluang menciptakan legacy bukan hanya sebagai “Menteri BUMN yang sukses”, tetapi juga “Menteri Pemuda dan Olahraga yang mempercepat Indonesia menuju kejayaan.”

Waktu dan ekspektasi publik akan menjadi pengukur utama. Jika dalam 2–3 tahun terlihat perbaikan nyata di prestasi, fasilitas, dan pemberdayaan pemuda, maka langkah ini tercatat sebagai momentum transformasi nasional. Sebaliknya, kegagalan dalam transparansi anggaran, pemerataan fasilitas, dan pembinaan atlet bisa mengaburkan reputasi yang sudah dibangun di BUMN.

Indonesia layak berharap Erick Thohir mampu menghadirkan lompatan, bukan hanya di dividen ekonomi, tetapi juga dividen sosial dalam olahraga dan kepemudaan.***

Baca Juga  Keputusan Strategis Muhammadiyah Terima Kelola Tambang
*) Penulis: Nurkhan
Kepala MI Muhammadiyah 2 Campurejo Panceng Gresik

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *