MAKLUMAT — Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Rektor UMY), Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc., melontarkan sebuah kegelisahan mendalam di tengah semarak festival syariah Hayafest 2025. Saat acara berlangsung di Sportorium UMY, Sabtu (1/11/2025), ia justru tidak hanya bicara soal perayaan, namun menyoroti fondasi dasar industri keuangan syariah: manusia. Baginya, tantangan terbesar industri keuangan hari ini bukanlah sekadar soal produk.
“Cari yang pintar itu mudah, tapi cari yang jujur itu susah,” lontar Prof. Nurmandi dalam sesi Talkshow dan Press Conference.
Sebuah kalimat singkat namun menohok. Kalimat itu merangkum potret realitas industri yang kini kesulitan menemukan talenta yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kokoh secara integritas.
“Kalau kampus itu tugasnya menyediakan dan mencetak SDM yang unggul serta kompatibel dengan kebutuhan industri,” ujarnya. Namun, ia memberi catatan tebal pada kata “unggul” yang kini tak lagi cukup dimaknai sebatas pintar.
Kegelisahan Rektor UMY ini beralasan. Menurutnya, krisis integritas internal ini berjalan paralel dengan ancaman eksternal yang tak kalah destruktif: gempuran pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (judol).
Ia melihat dua predator digital ini sebagai musuh nyata yang menggerogoti ketahanan ekonomi masyarakat, ironisnya termasuk kalangan pendidik.
“Tantangannya sekarang adalah kita berhadapan dengan pinjol dan judol. Banyak guru dan masyarakat yang terjebak karena prosesnya tidak rumit,” jelasnya prihatin.
Jangan Hanya di Kantor
Di sinilah Prof. Nurmandi melihat peran ganda yang harus diambil oleh kampus dan industri perbankan. Ia mengapresiasi langkah CIMB Niaga Syariah menggelar Hayafest, yang ia sebut sebagai festival syariah pertama dari bank yang mampu mematahkan stigma kaku dan birokratis.
Namun, ia menantang perbankan untuk melangkah lebih jauh.
“Saya pesan ke berbagai bank, buatlah event yang kreatif, jangan hanya di kantor. Harus turun ke masyarakat,” serunya. Baginya, literasi keuangan yang pasif di ruang ber-AC sudah tidak relevan. “Itulah tugas kampus dan perbankan untuk mengedukasi,” tegasnya.
Tak hanya melempar kritik, Prof. Nurmandi juga menawarkan solusi konkret untuk menjembatani dunia akademik dan profesional. Ia menggagas sebuah program strategis bernama “Direktur Teaching”.
Sebuah konsep di mana mahasiswa bisa berinteraksi dan belajar langsung dari para pemimpin puncak industri, termasuk dari CIMB Niaga Syariah.
“Saya ingin menciptakan lingkungan di UMY di mana mahasiswa bisa bertemu dan belajar langsung dari para pemimpin industri,” tutupnya.
Ini bukan sekadar visi kerja sama, melainkan sebuah ikhtiar untuk memastikan bahwa lulusan yang “dicetak” kampusnya kelak tidak hanya membawa ijazah berisi nilai, tetapi juga integritas yang tak bisa dibeli.***