30.8 C
Malang
Sabtu, November 23, 2024
KilasHaedar Nashir: Indonesia adalah Bangsa yang Memegang Teguh Moderasi

Haedar Nashir: Indonesia adalah Bangsa yang Memegang Teguh Moderasi

Ketum PP Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir

KETUA Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir mengatakan konsep moderasi dan wasathiyah sebenarnya memiliki makna yang sama. Keduanya mengandung arti tengah atau tidak ekstrem dalam pandangan maupun tindakan.

Maka dari itu, Haedar meminta, kedua istilah tersebut tidak perlu lagi dipertentangkan. Sebab, perbedaan antara moderasi dan wasathiyah hanya terletak pada aspek bahasa, bukan substansinya.

“Secara substansial, kedua istilah tersebut mengandung arti tengah atau tidak ekstrem dalam pandangan maupun tindakan,” katanya seperti dilansir Muhammadiyah.or.id, Kamis (14/03/2024).

Penegasan itu disampaikan Haedar dalam acara Pengajian Ramadan 1445 yang diselenggarakan PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Menurut Haedar, dalam konteks Indonesia, prinsip moderasi telah tertanam sejak awal. Terutama dalam proses integrasi berbagai suku menjadi satu bangsa.

“Nah, di situlah terjadi proses interaktif yang moderat. Suku-suku lokal dan agama-agama setempat mengalami transisi dan integrasi dengan cara yang damai,” ungkapnya.

Indonesia, kata Haedar, sebagai bangsa yang memegang teguh moderasi telah menunjukkan bukti dari segi keagamaan. Di mana ajaran Islam diterima secara penuh oleh masyarakat. Tidak lain itu karena moderatnya ajaran Islam.

“Muhammadiyah sebagai bagian dari kerangka keagamaan Indonesia, diimbau untuk memprioritaskan sisi moderat dalam upaya mengembalikan kepercayaan akar rumput,” pesannya.

Lebih lanjut Haedar mengingatkan, warga Muhammadiyah untuk tetap waspada dan tidak terbawa arus pemikiran keras yang dapat mengancam kestabilan. Selain itu, warga Persyarikatan juga bisa tetap istiqamah dalam sikap wasathiyah tanpa kehilangan prinsip-prinsip yang menjadi landasan keberadaan Muhammadiyah.

“Indonesia merupakan bangsa yang memegang teguh moderasi. Buktinya dari segi keagamaan, Islam diterima secara penuh di Indonesia karena ajaran moderatnya. Muhammadiyah juga kalau ingin mengembalikan kepercayaan akar rumput maka harus kedepankan sisi moderat,” tegasnya.

Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itupun menyampaikan keprihatinannya atas penolakan terhadap gagasan moderasi.

“Mereka yang menolak berpandangan bahwa moderasi tidak bersumber dari tradisi Islam yang otentik, melainkan dipengaruhi oleh pandangan Barat. Sehingga istilah yang lebih tepat adalah wasathiyah,” ungkapnya.

Meski, sambung dia, pihak yang menolak gagasan moderasi itu mungkin terbilang sebagai arus kecil, namun kegaduhan yang mereka timbulkan terasa sangat kencang. Sehingga terlihat seolah-olah penolakan tersebut merupakan arus utama yang besar.

“Itu menandakan bahwa upaya untuk mempromosikan pemahaman yang moderat dalam Islam tidaklah selalu mudah, dan seringkali dihadapi dengan resistensi yang kuat dari sebagian kecil, namun vokal. Bahkan dalam Muhammadiyah,” pungkasnya.

Editor: Aan Hariyanto

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer