31.8 C
Malang
Senin, Oktober 7, 2024
KilasHaedar Nashir: Indonesia Maju Tidak dengan Menjadi Agnostik maupun Ateis

Haedar Nashir: Indonesia Maju Tidak dengan Menjadi Agnostik maupun Ateis

Ketum PP Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir

DAKWAH bagi Muhammadiyah adalah untuk membawa umat dan bangsa pada kemajuan. Itulah fikih dakwah Muhammadiyah yang mendamaikan, menyatukan dan memperkokoh nilai. Pada sisi lain, dakwah juga haruslah merespon perubahan dan kemajuan yang dinamis di masyarakat.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir menekankan pentingnya dakwah berkemajuan itu dalam Pembukaan Rakernas Majelis Tabligh PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jumat (22/9/2023)

“Masyarakat Indonesia itu masih masyarakat yang beragama. Namun, orientasi keagamaan dan religiusitasnya itu sudah demikian beragam,” kata Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta UMY itu mengawali pidatonya.

Prof Haedar mengungkapkan, tantangan dakwah di era sekarang semakin kompleks. Lebih-lebih ketika masyarakat dihadapkan dengan kemajuan teknologi informasi digital. Yang mana hal itu mengakibatkan salah satunya luruhnya keadaban.

“Tentang peluruhan keadaban itu tidak berlebihan. Hasil survei menemukan bahwa warganet Indonesia peringkat digilitynya rendah, dibandingkan dengan negara-negara lain,” paparannya.

Maka, kata dia, Muhammadiyah harus hadir menyemaikan benih-benih keislaman yang membangun nilai-nilai luhur kehidupan. Bertutur kata yang baik, dan kemudian menyebar semangat untuk kebersamaan. Kalau ada masalah pada umat dan bangsa segera diselesaikan bersama.

“Dakwah Muhammadiyah juga harus bisa berperan untuk meredam benih-benih konflik. Sebab, itu merupakan cerminan nilai-nilai agama yang hanif, lurus, dan mencerahkan,” tegasnya.

Sementara, dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia, Haedar menekan, supaya pembangunan bukan hanya tentang ragat saja. Tetapi juga menyentuh ruhani bangsa. Itu tidak lain karena bangsa Indonesia beragama, berpancasila, dan punya kebudayaan luhur. Ketiga entitas tersebut diharapkan menjadi fondasi karakter bangsa Indonesia.

“Kita harus menjadi bangsa yang maju. Akan tetapi tidak boleh menjadi bangsa yang sekuler. Tidak boleh menjadi bangsa agnostik yang jauh dari agama. Apalagi menjadi bangsa yang ateis, yang menisbikan Tuhan. Kita ini bangsa yang religius,” tetasnya.

Maka dari itu, religiusitas yang dimiliki oleh bangsa Indonesia haruslah memajukan. Sehingga bangsa Indonesia tidak ketinggalan dengan bangsa lain. Harapan dan kenyataan tersebut menjadikan Muhammadiyah tidak hanya fokus mendirikan rumah sakit, sekolah dan universitas saja, melainkan juga menggarap akar rumput atau masyarakat.

“Apapun agamanya, orientasi politik kita harus rekat menjadi jamaah yang menjadi pilar kemajuan dan persatuan Indonesia,” imbuhnya.

Prof Haedar mengharapkan, dengan berbagai cita-cita luhur tersebut, metode dakwah Muhammadiyah diharapkan bisa adaptif terhadap kemajuan teknologi informasi. Namun, tidak kemudian meletakkan instrumen atau alat dakwah sebagai tujuan, dan menyebabkan terjadinya dehumanisasi.

“Muhammadiyah sudah kaya dengan fikih dakwah, termasuk panduan-panduan dakwah kultural dan komunitas. Semua itu sebagai petunjuk untuk meningkatkan pesan keislaman yang mendamaikan, menyatukan, dan memperkokoh nilai keagamaan, keumatan, dan kebangsaan,” pungkasnya. (*)

Editor: Aan Hariyanto

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer