23.3 C
Malang
Jumat, Mei 10, 2024
KilasHaedar Nashir: Moderasi adalah DNA Bangsa Indonesia Hadapi Dinamika Politik

Haedar Nashir: Moderasi adalah DNA Bangsa Indonesia Hadapi Dinamika Politik

Testimoni peluncuran buku berjudul Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir

DAYA tahan bangsa Indonesia menghadapi gejolak politik telah teruji. Kondisi itu tergambar pada pemilihan umum (Pemilu) tanggal 14 Februari 2024 kemarin. Meski masih menyisakan sekelumit dinamika, namun perbedaan pilihan politik ternyata tidak sampai menjurus ke konflik politik di level horizontal.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir memuji kedewasaan masyarakat yang kian menunjukkan kemajuan positif. Sehingga arus besarnya tidak terjebak pada pembelahan sikap-sikap ekstrem pro atau anti. Juga tidak mengarah kepada permusuhan dan kekerasan.

“Kesadaran masyarakat untuk selalu mencari jalan tengah merupakan DNA Bangsa Indonesia yang moderat. Kesepakatan ‘Negara Pancasila’ merupakan wujud permanen dari DNA tersebut,” katanya seperti dilansir muhammadiyah.or.id.

Salah satu pokok pikiran Haedar Nashir tersebut mencuat dalam peluncuran buku karyanya berjudul “Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir”. Kegiatan tersebut diselanggarakan di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jl. Merdeka Selatan, No. 11, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024).

Pesan moral buku ini relevan dengan kondisi kebangsaan hari ini, yakni pasca Pemilu yang menuntut rekonsiliasi politik dan mengingatkan masyarakat agar tidak terseret sikap partisan yang berlebihan. “Moderasi beragama meniscayakan budaya moderasi dalam kehidupan kebangsaan,” tegasnya.

Sementara, Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo menyebut sikap moderasi menjadi jangkar bagi Haedar Nashir dalam menahkodai Muhammadiyah. Terutama ketika mengarungi pasang-surut politik nasional.

Mantan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah di era kepemimpinan Buya Ahmad Syafii Maarif tersebut juga mampu menampilkan corak kepemimpinan kritis-akademis dalam menerjemahkan semangat amar makruf dan nahi munkar pada ranah kenegaraan.

“Haedar percaya, pendekatan dialog-persuasif lebih proporsional dibanding pendekatan reaksioner-konfrontatif. Pengajaran moderasi beragama Haedar mencerahkan dalam konteks hubungan antar umat beragama dan memberikan keteladanan,” ungkapnya.

Pemimpin Umat Katolik di Indonesia itu menambahkan, transformasi Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Haedar mengingatkan dirinya pada transformasi yang terjadi dalam Gereja Katolik, sejak Konsili Vatikan II (tahun 1962-1965).

“Kata-kata Haedar tidak terbang hilang, tetapi dipahami, diingat, dan dikutip. Karena keteladanan beliau, saya yakin akan kebenarannya (beliau) disebut sebagai begawan moderasi Islam. Dalam pribadi Haedar Nashir juga berlangsung dinamika yang saya rangkai dalam tiga kata, yakni pengalaman keagamaan otentik, transformasi pribadi, dan transformasi institusi,” jelasnya.

Lebih lanjut  Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menyebut pandangan moderat memang selalu dibutuhkan oleh bangsa yang majemuk seperti Indonesia. Bahkan juga dibutuhkan oleh umat beragama. Sebab dalam agama juga terdapat perbedaan-perbedaan. Yang mana, perbedaan agama sebenarnya hanyalah perbedaan tafsir agama.

“Indonesia patut bersyukur memiliki figur seperti Haedar Nashir yang selalu mengutamakan moderasi melalui pendidikan. Moderasi dan modernisasi, yang juga menjadi fokus utama Muhammadiyah, harus berjalan Bersama,” tuturnya.

Sedangkan, Susi Pudjiastuti mengaku bangga bisa menjadi seorang sahabat dari Haedar Nashir. “Saya senang sekali diberikan kesempatan untuk bersahabat dengan Pak Haedar yang punya kedalaman hati dan keluasan ilmu. Beliau adalah orang yang sangat halus tapi sebenarnya tegas,” tandasnya.

Editor: Aan Hariyanto

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer