MAKLUMAT – Mahasiswa Program Studi Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang juga Ketua Umum IMM Komisariat Al-Mutsaqqof, Bihar Hikam Ahmadi, memiliki pengalaman memproduksi detergen ramah lingkungan.
Berangkat dari keprihatinan terhadap pencemaran air di Surabaya, Bihar dan rekan-rekannya di ITS membuat program bertajuk detergen ramah lingkungan berbahan dasar alami.
Detergen ini merupakan hasil dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Sejak Desember tahun lalu kami sudah membentuk tim dengan beragam latar belakang ilmu, dari statistika, kimia, hingga bisnis. Setelah ide matang, kami mulai menulis proposal dan melewati berbagai tahap seleksi, baik di tingkat ITS maupun nasional. Alhamdulillah, di akhir April kami mendapat pendanaan untuk mewujudkan proyek ini,” tuturnya.
Tim yang terdiri dari lima mahasiswa ini mengembangkan produk detergen yang diberi merek D’jam.
Keunikan dari D’Jam adalah penggunaan ekstrak daun jamblang (syzygium cumini) sebagai bahan utama, yang dipadukan dengan teknologi enzim untuk membuat detergen yang 100% biodegradable atau mudah terurai di alam.
Mengatasi Pencemaran Air
Bihar menuturkan, latar belakang utama pengembangan produk ini adalah masalah pencemaran sungai di Surabaya.
Limbah deterjen yang mengandung fosfat dan bahan kimia lainnya berkontribusi besar terhadap degradasi kualitas air.
“Kita melihat dari mata sendiri serta literatur-literatur bahwa sungai-sungai di Surabaya banyak yang sudah tercemar, bahkan sudah jarang ditemukan kehidupan biota air di sana. Pencemaran ini menyebabkan eutrofikasi, di mana tanaman liar tumbuh subur dan mengganggu keseimbangan ekosistem,” jelasnya.
Daun jamblang dipilih karena kandungan senyawa kadar saponin di dalamnya mencapai 30,5% SE/100 gram. Oleh karenanya dapat berfungsi sebagai bahan dasar detergen.
Selain itu, mereka menggunakan enzim lipase dan protease untuk mengurai noda lemak dan protein pada pakaian, seperti noda darah, susu, dan lain sebagainya.
“Kami menggunakan teknologi enzim, yang fungsinya mirip dengan enzim di dalam tubuh manusia, sehingga lebih aman dan efektif dalam menghilangkan noda,” jelasnya.
D’Jam menawarkan keunggulan dibandingkan produk detergen konvensional. Bahan-bahannya 100% ramah lingkungan, sehingga tidak membahayakan ekosistem air maupun makhluk hidup di dalamnya.
Di samping itu, D’Jam juga non-iritan, sehingga aman untuk kulit sensitif.
“Keunggulan produk ini adalah biodegradable yang tentu ramah lingkungan. Produk kami juga memiliki keunggulan anti redeposisi, artinya noda yang sudah dihilangkan tidak akan kembali menempel pada pakaian. Harganya pun terbilang terjangkau daripada deterjen-deterjen lainnya,” tambahnya.
Produk ini hadir dalam dua ukuran kemasan, yakni 1 liter dan 250 ml, dengan varian pewangi seperti lemon, mawar, sedap malam, dan floral. Selain dipasarkan secara online melalui Instagram, WhatsApp, dan e-commerce seperti Shopee. D’Jam juga bisa dibeli secara offline dengan sistem COD (Cash On Delivery).
Menggagas Aksi Berkelanjutan
Bihar menjelaskan bahwa proyek yang ia lakukan bersama tim tidak hanya bertujuan untuk menemukan solusi atas permasalahan lingkungan, namun juga memiliki aspek bisnis yang kuat. Artinya, proyek ini diharapkan dapat menciptakan nilai ekonomis yang berkelanjutan sambil tetap fokus pada upaya pelestarian lingkungan.
“Kami PKM-nya kan adalah kewirausahaan, jadi memang juga menekankan aspek bisnis. Kami melakukan survei ke konsumen, khususnya dari mahasiswa, ibu rumah tangga, serta pemilik usaha laundry,” terangnya.
“Setelah kami mengetahui situasi pasarnya, artinya kami mulai memproduksi detergennya,” sambung Bihar.
Bihar dan timnya tidak berhenti pada PKM saja. Mereka bercita-cita menjadikan D’Jam sebagai startup yang dapat membuka peluang bisnis baru.
“Kami berharap produk ini bisa terus dikembangkan hingga menjadi usaha yang berkelanjutan. Kami ingin membuka peluang bagi teman-teman lain untuk bergabung dalam pengembangan bisnis ini,” tegasnya.
Ia juga menuturkan pentingnya memanfaatkan masa kuliah untuk berinovasi dan mencari solusi bagi permasalahan masyarakat. Terlebih sebagai mahasiswa muslim dan anggota IMM, ia merasa terpanggil untuk berkontribusi.
Apabila ada masalah di masyarakat, maka harus bisa mencari solusinya, salah satunya melalui inovasi-inovasi nyata.
Bihar menaruh harapan agar kader IMM di ITS maupun kampus-kampus lain juga dapat memaksimalkan wadah yang tersedia untuk berkembang, baik di bidang penelitian maupun kewirausahaan.
“Kita tidak tahu peluang mana yang akan membawa kita ke kesuksesan. Jadi, ambillah semua peluang yang ada dan maksimalkan kesempatan yang diberikan,” pungkas Bihar.
Penulis: Muhammad Habib Muzaki