MAKLUMAT – Pemberdayaan masyarakat sering menjadi dilema bagi banyak organisasi, tak terkecuali di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Tidak sedikit yang berpikiran: bagaimana mau membuat gerakan pemberdayaan bagi masyarakat, sementara kader-kadernya banyak yang masih belum sepenuhnya berdaya?
Peneliti di bidang pemberdayaan komunitas, Widhyanto Muttaqien menjelaskan bahwa sebenarnya ada banyak cara bagi organisasi mahasiswa untuk tetap berperan dalam kegiatan pemberdayaan. Segala kekurangan yang dimiliki tidak perlu membuat berkecil hati.
“IMM dapat bergerak dari pendidikan kesadaran kritis (tarbiyah tahririya) ke gerakan pemberdayaan (harakat at‑tanzhīm al‑mujtama‘i),” jelasnya kepada wartawan Maklumat.id pada Rabu (17/12/2025).
Apa itu Pemberdayaan?
Widhy -sapaan akrabnya- menjelaskan bahwa pemberdayaan sejatinya adalah proses pembebasan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai upaya membangun kesadaran dan kemandirian masyarakat agar tidak bergantung, melainkan memiliki kontrol atas keputusan dan arah hidupnya sendiri.
“Dalam pendidikan andragogi, setiap orang memiliki kapasitas. Baik menjadi (proses) maupun memiliki (harta). Kedua jenis kapasitas ini tidak final. Bahkan secara akidah, kita mesti percaya bahwa apapun yang berada di semesta hanyalah milik Allah. Kesadaran transenden itu melampaui psikologi barat, karena manusia hanya bisa bergantung pada Allah,” jelasnya.
Adapun yang bisa dilakukan mahasiswa adalah mengorganisir masyarakat untuk sadar bahwa mereka punya pilihan, bisa mengambil keputusan, dan secara kolektif memperjuangkan hak-haknya. Terlebih, mahasiswa memiliki modal utama berupa pengetahuan.
Oleh karenanya, menjadi aktivis mahasiswa tidak cukup hanya mengandalkan penguasaan teori sesuai bidang studinya. Perlu dibekali keterampilan hidup (life skill). Ia mencontohkan mahasiswa teknik. Selain mempelajari teori di ruang kelas, juga haru mengembangkan keterampilan praktis. Hal itu sudah sangat membantu apabila diberikan kepada masyarakat.
“Sedekah ilmu adalah bagian dari pemberdayaan, begitu juga sedekah ketika mengorganisir masyarakat yang terampas ruang hidupnya. Pemberdayaan tidak bisa dipandang hanya sebagai bantuan materi (baik uang), tapi juga dapat non-materi,” ujar pria yang juga adalah Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah tersebut.
Strategi Pemberdayaan oleh Mahasiswa
Ia lalu menjelaskan bagaimana pemberdayaan dapat dilakukan oleh mahasiswa. Dalam praktiknya, hal itu perlu diawali dengan proses perencanaan tahunan menggunakan berbagai teori perencanaan. Misalnya dengan menyusun skenario perubahan yang ingin diwujudkan dalam 10–20 tahun ke depan, lalu menerjemahkannya ke dalam misi pada setiap periode kepemimpinan.
“Lakukan itu tanpa menggurui masyarakat. Premisnya, setiap orang punya kapasitas, termasuk kelompok miskin. Yang perlu dilakukan adalah mengorganisir mereka sehingga bisa saling bantu (takaful),” jelasnya.
Widhy menekankan bahwa pemberdayaan merupakan proses jangka panjang. Karena itu, upaya mengarahkan masyarakat agar benar-benar berdaya tidak dapat ditempuh hanya dalam satu atau dua periode kepemimpinan.
Hal ini penting ditekankan karena keterbatasan yang ada kerap membuat pemberdayaan disederhanakan menjadi sekadar praktik memberi (charity). Menurutnya, praktik tersebut tentu baik, tetapi pemberdayaan memiliki cakupan yang jauh lebih luas dan mendalam.
“Ini bisa dilakukan melalui riset aksi partisipatif, di mana topik dan tujuan riset dipilih dan ditentukan oleh masyarakat, bukan pihak luar. Kelebihan IMM adalah sebagai kelompok yang masih bisa menjembatani kebutuhan pendampingan teknis (dari akademisi kampus) dan audiensi ke pemerintah untuk menaikkan isu tertentu sebagai bagian dari advokasi. Buatlah kelompok kolaborasi (co-learning) bersama masyarakat dan kolaborasi dengan pihak lain,” pungkasnya.