Kualitas Tidur Orang Indonesia Paling Buruk di Asia, Apa Penyebab dan Dampaknya?

Kualitas Tidur Orang Indonesia Paling Buruk di Asia, Apa Penyebab dan Dampaknya?

 

MAKLUMAT – Tidur seharusnya menjadi aktivitas sederhana yang bisa memulihkan energi. Namun, kenyataannya, orang Indonesia justru tercatat memiliki kualitas tidur paling buruk di Asia. Fakta ini disampaikan dalam World Sleep Congress 2025 yang berlangsung di Singapura, dan langsung mengundang perhatian publik serta pakar kesehatan.

Menurut data Indonesian Society of Sleep Medicine, rata-rata orang Indonesia hanya tidur sekitar 6 jam 36 menit hingga 6 jam 39 menit per malam. Angka ini jauh di bawah standar ideal 7–9 jam yang direkomendasikan untuk orang dewasa. Kondisi ini membuat Indonesia menempati posisi terbawah di Asia dalam hal durasi tidur, bahkan lebih rendah dari negara tetangga.

“Rata-rata orang Indonesia hanya tidur enam jam 36 menit sampai enam jam 39 menit per malam. Angka ini jauh di bawah rata-rata Asia yang sekitar tujuh jam, dan tertinggal dari Australia serta Eropa yang rata-ratanya delapan jam,” kata Andreas Prasadja, pakar tidur sekaligus pendiri Indonesian Society of Sleep Medicine dalam sesi paparan di Singapura, pekan kemarin.

Andreas menegaska, kualitas tidur yang buruk bukan sekadar urusan rasa lelah di pagi hari. Lebih jauh, hal ini berdampak serius bagi kesehatan.

“Kalau kita kurang tidur, risiko stroke, jantung, diabetes, bahkan gangguan mental bisa meningkat. Produktivitas kerja pun ikut turun,” jelasnya.

Sejumlah riset internasional juga mendukung temuan ini. Kurang tidur kronis terbukti meningkatkan risiko obesitas, melemahkan sistem kekebalan tubuh dan mempercepat proses penuaan dini. Dalam jangka panjang, pola tidur yang tidak sehat dapat menurunkan kualitas hidup seseorang secara signifikan.

Baca Juga  Anggota DPRD Jatim Sebut Muhammadiyah adalah Pemilik Saham Republik Indonesia

 

Lalu, Apa yang Membuat Tidur Orang Indonesia Begitu Buruk?

Andreas menilai penyebab utamanya adalah gaya hidup modern yang semakin tidak sehat. Kemacetan panjang di kota besar membuat jam istirahat berkurang. Setelah pulang kerja, banyak orang memilih begadang untuk hiburan seperti menonton film, bermain media sosial, atau bermain gim daring. Belum lagi konsumsi kafein yang tinggi dan kebiasaan menggunakan gawai hingga larut malam.

“Faktor-faktor ini memperparah kualitas tidur masyarakat kita. Bukan hanya jam tidur yang berkurang, tetapi juga kualitas tidur yang terganggu karena otak tetap aktif hingga sulit memasuki fase tidur dalam,” terang Andreas.

Di tengah gencarnya kampanye hidup sehat, perhatian terhadap tidur masih kalah dibanding olahraga dan pola makan. Padahal, kata Andreas, tidur adalah salah satu dari tiga pilar kesehatan utama.

“Kalau orang bisa disiplin soal olahraga dan nutrisi tapi mengabaikan tidur, hasilnya tidak akan maksimal. Tidur itu pondasi dasar, tanpa tidur yang cukup semua aspek kesehatan akan terganggu,” tegasnya.

Kondisi ini juga menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat. Di satu sisi, produktivitas kerja dituntut semakin tinggi. Di sisi lain, kualitas sumber daya manusia bisa merosot jika kesehatan tidur tidak ditangani dengan serius.

*) Penulis: Rista Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *