21.5 C
Malang
Jumat, Mei 3, 2024
KilasMukhaer Pakkanna: Kenaikan PPN Bisa Membuat Daya Beli Masyarakat Tergerus

Mukhaer Pakkanna: Kenaikan PPN Bisa Membuat Daya Beli Masyarakat Tergerus

WAKIL Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata (MEBP) PP Muhammadiyah Mukhaer Pakkanna menilai, kebijakan pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) akan menggerus daya beli masyarakat.

Menurut Mukhaer, secara mendasar ada tiga alasan mengapa pemerintah menaikkan PPN menjadi 12%. Pertama, kata dia, hal itu adalah perintah Undang-Undang (UU) nomor 7 tahun 2021.

“Perintah UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang kontroversial tahun 2021 kalau tidak salah, ada pasal 7, itu kelihatan roadmapnya, bahwa per 1 Januari 2025 itu akan dinaikkan menjadi 12% PPN ini,” sebutnya dalam siaran Dialektika tvMu yang dikutip pada Jumat (29/3/2024).

“Tahun 2023 kemarin itu kan 11% dan sebelumnya kan 10%, jadi itu perintah undang-undang yang kontroversial ketika itu,” sambung Mukhaer.

Kedua, menurut Mukhaer, kenaikan PPN berkaitan erat dengan keinginan pemerintah untuk menaikkan rasio pajak. Sebab, dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di kawasan, rasio Indonesia tergolong masih rendah.

“Terkait dengan obsesi, mungkin obsesi kita semua, tapi terutama pemerintah tentu ya, kementerian keuangan menaikkan tax ratio, karena tax ratio kita kan rendah ya, belum sampai 10%. Artinya penerimaan pajak kita sangat kecil dibandingkan terhadap PDB kita,” jelasnya.

Apalagi, tambahnya, dibandingkan beberapa negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura itu sudah luar biasa, sudah masuk ke angka dua digit. “Jadi obsesinya seperti itu,” imbuh Mukhaer.

Ketiga, masih menurut Mukhaer, sejurus dengan itu, seluruh kandidat capres-cawapres dalam Pilpres 2024 juga berkeinginan untuk menaikkan tax ratio. Dia meyakini, salah satu caranya adalah dengan menaikkan PPN, yang mana itu telah dimandatkan dalam pasal 7 UU 7/2021.

Yang menjadi permasalahan kemudian adalah, menurut Mukhaer, naiknya PPN 12% akan menggeneralisir kepada masyarakat umum, yang nanti konsekuensi atau implikasinya akan berdampak pada daya beli masyarakat. Dia berpendapat, daya konsumsi masyarakat besar kemungkinan akan tergerus.

“Kita tau yang menopang atau menjadi pilar pertumbuhan ekonomi kita tahun 2023 dan beberapa tahun ke belakang, atau bahkan beberapa puluh tahun itu, masih di sektor konsumsi,” ujarnya.

Bagi Mukhaer, sektor konsumsi masih menjadi harapan terbesar untuk memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Kemudian katakanlah dibombardir dengan PPN ini, itu besar kemungkinan akan menggerus kekuatan konsumsi, padahal itu kan andalannya,” kritiknya.

Mukhaer menandaskan, meski aturan kenaikan PPN menjadi 12% baru berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025 mendatang, tapi tergerus nya daya konsumtif masyarakat sudah bisa diprediksi. Sebab tidak ada kekuatan kontributif di sektor lain yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi secara signifikan.

“Sekali lagi perkiraan saya, tetap konsumsi akan menjadi pilar utama, kalau konsumsi digerus itu tidak ada lagi kekuatan kontributif dari variabel-variabel lain terhadap pertumbuhan ekonomi, karena yang lain kecil,” paparnya.

Ia mencontohkan investasi, misalnya, kemudian ekspor-impor, kontribusi belanja pemerintah, dan sebagainya, saya kira pasti akan kesulitan. “Jadi yang diharapkan hanya konsumsi, dan dengan dibombardir dengan PPN ini akan menggusur, menggerus pilar konsumsi tahun-tahun ke depan kalau ini dilakukan,” pungkasnya.

Reporter: Ubay NA

Editor: Aan Hariyanto

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer