PRABOWO Subianto mendapatkan suntikan kekuatan besar saat ini. Selain berdasarkan berbagai survei menempatkan Menteri Pertahanan RI tersebut berada di atas, juga lantaran Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) semakin membesar.
Setelah sebelumnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyusul Partai Bulan Bintang (PBB) bergabung ke KKIR, kini Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) memastikan bergabung. Deklarasi dilakukan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Ahad (13/8).
Menurut pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr. Salahudin, S.IP., M.Si., M.P.A, peluang ketua umum sekaligus calon presiden (capres) dari Gerindra tersebut untuk memenangkan pertarungan pada Pilpres 2024 semakin terbuka.
Tanpa meremehkan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sebagai sesama capres, Prabowo mendapatkan kekuatan lebih saat ini. Tentu penentuan calon wakil presiden (cawapres) nantinya juga akan memberikan dampak electoral, tapi sejauh ini Prabowo berada di depan kedua pesaingnya.
”Alasannya, pertama, Prabowo bersama Gerinda semakin percaya diri. Mereka semakin leluasa melakukan manuver dan komunikasi politik, yang pada akhirnya memperkuat daya tawar Prabowo terhadap elite politik dan petinggi partai lain,” ujar Salahuddin.
Kedua, menurut dia, elektabilitas Prabowo semakin naik dan menguat. Basis masa dan elite Golkar akan all out mendukung Prabowo memenangkan Pilpres. Demikian juga dengan PAN. Golkar dan PAN adalah partai besar, berpengalaman, punya banyak elite berpengaruh, dan basis masa relatif solid.
”Ketiga, lawan politik Prabowo semakin melemah secara politik. Besar kemungkinan dukungan Golkar dan PAN terhadap Prabowo mengubah sikap politik PDIP, minimal sikap politik beberapa elite-nya, yang semula mendukung Ganjar, kini harus mempertimbangkan kembali apakah lanjut mendukung Ganjar atau berubah haluan. Anies dan Nasdem semakin khawatir dengan situasi politik yang kian tidak memihak kepada mereka,” terang dosen Ilmu Pemerintahan FISIP UMM tersebut.
Keempat, Salahuddin melanjutkan, publik bisa saja menilai, ada dukungan dari Presiden Joko Widodo kepada Prabowo. Sebab, baik PAN maupun Golkar, ketua umumnya berada dalam kabinet Jokowi. ”Sinyal politik Jokowi seperti ini akan berpengaruh kepada sikap elite politik lainnya,” jelasnya.
Kemudian, kelima, partai-partai yang sebelumnya memberikan sinyal dukungan kepada Prabowo akan semakin terbuka memberikan dukungan. Di antaranya adalah Partai Gelora dan PSI. Meski bukan partai besar, tapi mereka juga memiliki basis pendukung. Petinggi Gelora seperti Fahri Hamzah sejak awal memberikan simbol dukungannya kepada Prabowo.
Terakhir, menurut Salahuddin, dukungan Golkar dan PAN terhadap Prabowo mengganggu soliditas koalisi perubahan. Belakangan, Partai Demokrat sedikit kurang senang dengan cara berpolitik Nasdem dan Anies yang belum kunjung menentukan cawapres.
”Tentu harapan Partai Demokrat adalah AHY (Agus Harimurti Yudhoyono, Red) adalah cawapres Anies. Namun, perkembangan politik terakhir menunjukkan Anies dan Nasdem tidak akan memilih AHY sebagai cawapres. Sebab, elektabilitas AHY tidak menguntungkan bagi Anies dan Nasdem,” kata Salahuddin.
Situasi politik seperti ini, menurut alumni IMM ”Renaissance” FISIP UMM tersebut diikuti dengan menguatnya Prabowo, bisa menggoda Partai Demokrat akan mendukung Prabowo. Bagaimana dengan PKS? ”PKS akan tetap mendukung Anies dan Nasdem, tapi akan lebih serius dalam mengamankan dan memperkuat posisi PKS di legislatif. PKS berharap Anies effect untuk pemilu legislatif,” jelas Salahuddin. (*)
Reporter: Iqbal Darmawan
Editor: Mohammad Ilham