Polemik Ijazah Capres 2029: KPU Pilih Rahasiakan, Istana Tegaskan Tak Bisa Intervensi

Polemik Ijazah Capres 2029: KPU Pilih Rahasiakan, Istana Tegaskan Tak Bisa Intervensi

 

MAKLUMAT – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk merahasiakan ijazah calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2029 memicu polemik. Langkah ini dinilai kontroversial karena menyangkut dokumen persyaratan utama pencalonan. Di satu sisi, publik menuntut transparansi agar pemilu lebih bersih. Namun KPU berdiri pada aturan perlindungan data pribadi.

Komisioner KPU RI,  Idham Holik  menegaskan menegaskan keputusan itu diambil berdasarkan aturan hukum dan perlindungan data pribadi. “Dokumen persyaratan capres dan cawapres, termasuk ijazah, tidak dibuka ke publik. Hal itu sesuai dengan aturan yang berlaku dan untuk menjaga kerahasiaan data pribadi,” jelas Idham di Jakarta, Senin (15/9/2025).

KPU meminta masyarakat memahami bahwa aturan yang dibuat bukan untuk mengurangi transparansi, melainkan menjaga integritas pemilu. “Kami tetap menjamin proses verifikasi berjalan ketat dan sesuai aturan. Publik tidak perlu khawatir,” tegas Idham.

Polemik ini diprediksi masih akan berlanjut, mengingat isu ijazah capres selalu menjadi sorotan sensitif setiap kali Indonesia memasuki tahun politik.

Di sisi lain, pemerintah menegaskan tidak bisa mencampuri keputusan KPU. Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro menekankan, KPU adalah lembaga independen yang bekerja tanpa intervensi pihak lain.

“KPU tidak bisa dipengaruhi oleh lembaga lain, termasuk eksekutif. Dia lembaga independen, kami menghormati,” ujar Juri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Baca Juga  Kader Senior PDIP se-Jawa Timur Bakal Kumpul di Surabaya, Ada Apa?

Kombinasi dua sikap ini menempatkan publik pada posisi dilematis: harus percaya pada integritas KPU, atau justru mempertanyakan komitmen transparansi lembaga penyelenggara pemilu.

Polemik ini menegaskan bahwa pemilu bukan sekadar soal prosedur teknis, tapi juga soal kepercayaan rakyat. Jika KPU tidak mampu menjaga keseimbangan antara perlindungan data dan keterbukaan, legitimasi demokrasi bisa terancam.

*) Penulis: Rista Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *