DOSEN Universitas Surabaya (Ubaya) Rofi Aulia Rahman mewanti-wanti agar Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) mewaspadai potensi penyalahgunaan data serta pelanggaran Pemilu 2024 berbasis teknologi artificial intelligence (AI).
Hal itu dia sampaikan dalam forum ‘Sosialisasi Peran Masyarakat Dalam Penanganan Pelanggaran Tahapan Kampanye Pada Pemilu Tahun 2024’ yang diadakan oleh Bawaslu Jawa Timur, Rabu (8/11/2023) di JW Marriott Hotel, Surabaya.
Pria yang akrab disapa Rofi itu mencontohkan pada kasus Pemilu Amerika Serikat (AS) di mana Donald Trump disebut-sebut menyewa lembaga konsultan Cambridge Analytica untuk mendukung kampanye politiknya memanfaatkan teknologi AI, untuk membaca psikologi pemilih di daerah yang akan menjadi jujukan kampanye.
“Dengan data-data yang dihimpun dan diolah melalu teknologi ini kemudian dia (Donald Trump) bisa melihat bagaimana suasana psikologis masyarakat di daerah yang akan dikunjunginya itu, sehingga dia kemudian tau apa yang harus dilakukan dalam kampanyenya di sana,” kata Rofi.
Menurut Rofi, dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju dan massif, termasuk perkembangan AI, memunculkan potensi model atau bentuk-bentuk pelanggaran Pemilu yang baru. Terlebih jika hal itu ditarik dalam konteks pesta demokrasi di Indonesia yang akan segera dilaksanakan.
“AI itu kan mengolah data yang telah dikumpulkan dalam database yang besar atau big data, dan tentu berkaitan dengan algoritma. Nah, itu memiliki potensi pelanggaran terhadap data pribadi kita untuk kepentingan Pemilu,” ujar dia.
“Dalam kasus Cambridge Analytica itu kan mereka mendapatkan big data itu mungkin secara ilegal, dari mana? Bisa dari facebook, yang itu didapatkan tanpa persetujuan kita sebagai pemilik data pribadi itu. Atau bisa dari para hacker di pasar gelap,” lanjut Rofi.
Lebih lanjut, Rofi meminta agar Bawaslu betul-betul memerhatikan segala potensi pelanggaran Pemilu dalam segala aspek, bukan hanya secara konvensional. Menurut dia, harus ada regulasi yang mengatur seputar pelanggaran Pemilu yang berbasis pada teknologi AI, baik dalam PKPU maupun Perbawaslu.
“Karena peraturan-peraturan atau regulasi Pemilu kita masih mengatur yang konvensional-konvensional saja dan itu pun masih banyak celah. Sekarang kita dihadapkan pada perkembangan teknologi dan AI yang semakin maju, harus ada regulasi Pemilu yang menyangkut pelanggaran berkaitan dengan teknologi dan AI,” tandasnya.
“Mungkin opsi yang bisa ditempuh ya dengan merevisi regulasi kita, dengan menambahkan pasal atau poin-poin berkaitan dengan pelanggaran yang berbasis teknologi AI itu tadi. Atau dibuat regulasi baru, jadi kita akan punya dua regulasi, yakni regulasi yang mengatur pelanggaran Pemilu secara konvensional, dan satu lagi yang mengatur tentang pelanggaran Pemilu yang berbasis teknologi dan AI,” terang Rofi. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto