SEKRETARIS Umum Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah mengatakan, Aisyiyah mengambil sikap netral aktif dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024, sebagaimana sikap Muhammadiyah. Meski demikian, ‘Aisyiyah mendorong kadernya untuk menggunakan hak pilihnya dengan bijak pada tanggal 14 Februari 2024 lusa.
“Aisyiyah tidak memihak ke salah satu partai politik (parpol) tertentu, dan juga tidak memihak pasangan calon (paslon) Presiden dan Wakil Presiden tertentu. Namun, Aisyiyah mendorong kadernya untuk bisa menggunakan hak pilihnya dengan bijak,” katanya dalam acara Pendidikan Politik bagi pimpinan dan kader ‘Aisyiyah se-Cabang Tempel, Kabupaten Sleman, Jumat (2/2/2024).
Dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu pun meminta supaya kader ‘Aisyiyah tidak golput dalam pemilu 2024. Sebab, hak pilih yang digunakan itu sekaligus sebagai aktualisasi dari pandangan Muhammadiyah tentang sebuah negara. Di mana pandangan dan posisi Muhammadiyah tentang peran politiknya mengacu pada khittah Ujung Pandang 1971, khittah Denpasar 2002 dan diperkuat dengan pernyataan Darul Ahdi wa Syahadah dalam muktamar Makassar 2015.
“Muhammadiyah tidak berafiliasi dengan salah satu partai politik, dan juga tidak berafiliasi dengan organisasi politik. Kita menjaga jarak dan hubungan yang sama dengan semua partai politik,” tegasnya seperti dilansir muhammadiyah.or.id.
Namun,Tri Hastuti mengungkapkan, Muhammadiyah memberikan kebebasan pada warganya yang ingin terjun dalam politik praktis. Muhammadiyah juga berperan aktif dalam pembangunan bangsa. “Jadi jangan heran jika banyak kader Muhammadiyah berdiaspora dan tersebar dalam banyak partai politik,” paparnya.
Tri Hastuti berharap, sebelum menyalurkan hak suaranya, kader Aisyiyah bisa mengenali kandidat yang akan dipilih dengan teliti dan bijak. Salah satu caranya adalah kader Aisyiyah harus aktif mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kandidat yang akan dipilih di daerah pemilihannya masing-masing.
“Ibu-ibu juga harus menghindari calon-calon yang menggunakan politik uang dalam segala bentuknya, karena itu adalah bentuk dari suap. Siapa yang menyuap dan yang disuap sama -sama dilarang dalam agama,” imbuhnya.
Selain itu, dosen komunikasi itu mengingatkan, di era digital ini harus hati-hati dengan hoaks pemilu ketika membaca berita-berita pemilu, baik melalui media sosial maupun portal berita online.
“Kita harus hati-hati karena bermunculan buzzer yang menyebar hoaks. Ibu-ibu Aisyiyah harus menghindari jangan sampai terjebak menjadi penyebar hoaks, berita yang tidak benar disebar-sebarkan di whatsapp,” tandasnya.(*)
Editor: Aan Hariyanto