KETUA Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berbicara mengenai sikap partai berlogo kepala banteng itu dalam percaturan politik maupun di pemerintahan ke depan. Megawati menyatakan pihaknya menempatkan pentingnya check and balances.
“Dalam menyikapi politik ke depan, sebagai partai yang memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan demokrasi, kita tetap menempatkan penting adanya check and balances. Bahwa demokrasi memang memerlukan kontrol dan penyeimbang,” kata Mega dalam pidato politiknya di Rakernas V PDIP, Ancol, Jakarta Utara, Jumat (24/5/2024).
Mega mengaku memahami politik mengandung esensi untuk mendapatkan kekuasaan. Namun, strategi dan cara untuk mendapatkannya lah yang berbeda.
“Namun kita juga tidak menafikan, bahwa berpolitik mengandung esensi untuk selalu mendapatkan kekuasaan. Hanya bedanya strategi dan cara untuk mendapatkan kekuasaan lah yang membedakan kita dengan yang lainnya,” ujarnya.
Mega mengatakan ke depan demokrasi semakin memerlukan penopang yang kuat bagi masyarakat sipil. Ia juga menilai demokrasi memerlukan partai politik yang sehat dan terlembaga.
“Dalam menghadapi tantangan yang tidak mudah ke depan, demokrasi semakin memerlukan penopang masyarakat sipil yang kuat, pers yang handal, bebas tapi terukur. Bukannya bebas liberalism, tapi bebas terukur termaktub dalam pancasila,” jelasnya.
“Dan mengabdi pada upaya yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Demokrasi juga memerlukan partai politik yang sehat dan terlembaga, serta sistim hukum yang benar benar berkeadilan,” sambungnya.
Terkait sikap PDI Perjuangan pada pemerintah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Mega mengaku situasi perlu dicermati dengan seksama. PDI Perjuangan juga perlu mendengarkan suara akar rumput.
“Lalu bagaimana sikap PDI Perjuangan terhadap pemerintah ke depan, tentu perlu dicermati dengan seksama, partai harus mendengarkan semua suara akar rumput, dari yang berteriak sampai yang sayup-sayup dan terus berjuang bagi terlembaganya demokrasi yang sehat. Inilah bagian dari pada skala prioritas kita di rakernas kita,” tuturnya.
Mega menegaskan, negara Indonesia menganut sistem presidensial, bukan parlementer. Oleh sebab itu, tidak ada istilah koalisi dan oposisi.
“Karena saudara-saudara sekalian, anak-anakku tersayang, harus di stretching bahwa banyak sekali mereka yang salah, karena dalam sistem ketatanegaraan kita boleh tanya Pak Mahfud, sistem kita presidensial,” jelas dia.
“Jadi bukan parlementer, jadi sebetulnya kita ini tidak ada koalisi lalu oposisi, jadi memang agak susah, sebetulnya karena kalau tidak ikut, lalu apa ya? Jadi saya bukan kepada mereka bertiga, kerja sama karena memang begitulah tidak bisa koalisi, karena kita nanti sistemnya parlementer,” sambungnya.
Megawati Sentil Putusan 90 MK yang Dinilai Matikan Etika dan Moral
Mega juga menyentil Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan perkara bernomor 90 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pemilu 2024. Mega menilai hal tersebut sudah mematikan moral dan etika.
“Nih Mahkamah Konstitusi (MK) juga sama karena apa, bisa diintervensi oleh kekuasaan. Nampak jelas melalui keputusan terhadap perkara nomor 90 yang menimbulkan begitu banyak antipati, ambisi kekuasaan sukses mematikan etika moral dan hari nurani hingga tumpang tindih kewenangannya,” ungkapnya.
Semestinya, kata Mega, untuk menyetujui suatu produk legislasi harusnya berada di tangan DPR RI. “Dalam sistem politik dalam sebuah negara kesatuan yang berbentuk Republik, seharusnya hanya ada satu lembaga di tingkat nasional yang memiliki fungsi legislasi,” tuturnya.
“Dengan demikian setiap penambahan materi muatan dalam suatu undang-undang harus lahir melalui proses legislasi di DPR RI bukan melalui judisial review di MK sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Ini Ketum partai loh yang ngomong, bukan Ibu Mega secara pribadi loh” sambungnya.
Ia menyebut dalam ranah tersebut mestinya MK hanya memiliki kewenangan untuk menguji. Megawati lantas mengulas balik tujuan dari MK yang didirikan saat ia memimpin Indonesia.
“Dalam kaitan ini MK hanya memiliki kewenangan menguji dan memutuskan apakah suatu undang-undang sesuai atau bertentangan dengan konstitusi, MK itu ya saya yang mendirikan loh,” ucapnya.
“Coba bayangkan kok barang yang saya bikin itu digunakan tapi tidak dengan makin baik, waktu saya presiden banyak loh, nanti kalau saya benerin semua nanti ada yang bilang ‘Ibu Mega sombong banget’ nggak,” imbuhnya
MK, tegas Mega, mestinya diisi oleh hakim-hakim yang berwibawa dan memiliki sikap kewarganegaraan. Hal ini yang mendasari dirinya mendidikan MK di dekat wilayah Presiden RI yang disebut dengan Ring 1.
“Ini sebuah Mahkamah Konstitusi yang harus berwibawa, hakim-hakimnya mesti punya karakter kewarganegaraan sehingga mampu mengayomi seluruh hak-hak rakyat yang ada di kedaulatan, akhirnya dapat keren tempatnya, yaitu yang saya bilang masuk di dalam ring satu istana,” tandasnya.
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto