MAKLUMAT — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP), baik sekolah negeri dan swasta. Meski dinilai membawa semangat konstitusional, IMM memperingatkan adanya persoalan konseptual dan potensi jebakan populisme hukum dalam implementasinya.
Ketua DPP IMM Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK), Muh Akmal Ahsan, menilai putusan MK tersebut harus dibaca dengan cermat dan penuh kesadaran, termasuk soal keterbatasan fiskal negara.
“Kita harus membedakan antara keberpihakan terhadap rakyat dan populisme kebijakan. Putusan ini memang terkesan ideal, tetapi jika tidak diikuti dengan perencanaan matang, justru bisa menjadi jebakan populisme hukum,” ujar Akmal dalam keterangannya, dikutip Rabu (11/6/2025).
Anggaran Terbatas dan Kompleksitas Tata Kelola Pendidikan
Menurut Akmal, dalam konteks anggaran negara yang terbatas dan kompleksitas tata kelola pendidikan, pendidikan gratis belum tentu menjamin keadilan. Selain itu, juga terdapat potensi hal tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan.
“Pendidikan gratis yang tidak disertai jaminan mutu akan berakhir pada penurunan kualitas. Gratis bukan berarti bermutu. Jangan sampai negara hanya fokus pada penghapusan biaya, tapi abai pada peningkatan kualitas guru, kurikulum, dan sarana,” tandasnya.
Lebih jauh, Akmal menyebut bahwa DPP IMM juga menyoroti soal potensi dampak atas kebijakan tersebut terhadap sekolah-sekolah swasta, yang selama ini lahir dari inisiatif masyarakat, dan telah banyak membantu pemerintah dalam mencerdaskan generasi bangsa.
“Banyak sekolah swasta lahir dari peran keagamaan, budaya, dan komunitas yang membangun pendidikan di luar struktur negara. Ketika negara menyamaratakan pembiayaan sekolah swasta dan negeri, maka semangat partisipatif dan kemandirian masyarakat berpotensi terkikis,” kata dia.
Ia berpendapat, pembiayaan penuh oleh negara berisiko menimbulkan intervensi berlebihan dan menghilangkan kekhasan lembaga pendidikan swasta. Negara, lanjut Akmal, harus menyusun kerangka kebijakan yang tidak hanya menjamin pendidikan terjangkau, tetapi juga bermutu.
Sebaliknya, masyarakat juga harus terus didorong untuk ikut serta dalam berkontribusi menjaga mutu pendidikan nasional.
“Negara harus menyusun kerangka kebijakan yang menjamin pendidikan yang terjangkau dan bermutu, terutama bagi warga yang secara ekonomi tidak mampu. Tapi pada saat yang sama, masyarakat yang mampu harus didorong untuk berkontribusi dalam menjaga mutu pendidikan nasional,” tegasnya.
DPP IMM Dorong Negara sebagai Fasilitator Keadilan Pendidikan
IMM mendorong pendekatan alternatif, yakni menjadikan negara sebagai fasilitator keadilan dalam pendidikan. “Negara harus menjamin hak pendidikan dasar, namun masyarakat tetap harus dilibatkan sebagai mitra aktif. Pendidikan bukan beban fiskal, tapi investasi peradaban,” pungkas Akmal.
Melalui pernyataan Akmal tersebut, DPP IMM menegaskan bahwa dalam negara yang demokratis, setiap putusan hukum—termasuk dari Mahkamah Konstitusi—harus dikritisi secara konstruktif dan dibaca secara kontekstual, dengan mempertimbangkan kapasitas negara serta keberagaman sosial masyarakat.