MENJELANG Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriyah, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Muhammad Sholihin Fanani mengajak umat Islam untuk menyambut datangnya hari kemenangan dengan mengambil hikmah setelah sebulan penuh berpuasa di bulan suci Ramadhan.
“Mari kita rayakan Idul Fitri pada 10 April 2024 dengan mengambil hikmah dari ibadah puasa Ramadhan tahun ini di tengah kondisi masyarakat yang sedang prihatin, dengan banyaknya bencana, konflik di Palestina, dan sebagainya. Termasuk hiruk-pikuk dinamika politik dan kebangsaan,” ujarnya kepada Maklumat.id, Senin (8/4/2024).
Mantan Kepala SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Pucang, Kota Surabaya itu juga berpesan kepada masyarakat yang sedang melaksanakan tradisi mudik untuk menjaga diri dengan baik. Juga berhati-hati dan mematuhi rambu-rabu lalu lintas selama perjalanan mudik.
“Bagi pemudik mohon dijaga kesehatannya, kesempatannya. Jangan lupa berdoa dan memohon perlindungan dari Allah SWT. Harus hati-hati di jalan dan tetap mematuhi rambu-rambu lalu lintas,” sambung Abah Shol, panggilan akrabnya.
Menurut dia, tradisi mudik adalah tradisi yang bagus sebagai wujud komitmen untuk mempererat silaturahmi antar umat Islam, terlebih dalam momentum Idul Fitri. Selain itu, tradisi mudik juga bisa memperkokoh ukhuwah Islamiah dalam bingkai persatuan ke-Indonesia-an.
“Mudik itu dalam rangka untuk pererat silaturahmi dengan sanak keluarga dan handai taulan,” kata mubaligh asal Lamongan, Jatim.
Abah Shol menjelaskan, terdapat sejumlah hal yang penting untuk diperhatikan dalam merayakan Idul Fitri. Pertama adalah membersihkan hati dan jiwa kita dari segala sifat-sifat yang buruk.
“Al-Ghazali menyebutnya proses tahalliyah. Hati manusia diibaratkan oleh Al-Ghazali seperti bak mandi, jika dibiarkan saja selama satu tahun, pasti kotor dan berkerak. Oleh karena itu harus dibersihkan. Jika tidak, maka kotoran itu akan semakin tebal. Begitu juga hati manusia,” terangnya.
Kedua, lanjut Abah Shol, isilah Idul Fitri dengan banyak berbuat amalan-amalan kebaikan, kepada Allah SWT maupun sesama manusia.
“Habluminallah wa hablumminnas, ini sangat penting. Hal inilah yang diistilahkan oleh Al-Ghazali dengan tahalliyah itu,” jelasnya.
“Ibarat bak mandi yang sudah dibersihkan, maka sangat senang orang yang mandi di dalamnya,” imbuh dia.
Masih menurut Abah Shol, orang (muslim) yang telah berpuasa, maka harus memiliki pribadi yang hebat, yang menarik, dan senantiasa berbuat kebaikan serta kebermanfaatan bagi semuanya. Itulah yang disebut dengan orang-orang yang Muttaqin.
Ketiga, lanjut Abah Shol, memiliki peran di masyarakat. Orang-orang sudah berpuasa satu bulan harus memberikan manfaat bagi masyarakat dan umat.
“Sebagaimana sabda nabi Muhammad sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain,” tandasnya.
Abah Shol memandang momentum Hari Raya Idul Fitri merupakan waktu yang tepat untuk melakukan rekonsiliasi. Juga untuk menjalin kembali tali persaudaraan yang mungkin sempat merenggang karena suatu dan lain hal.
“Momentum Idul Fitri yang diikuti dengan tradisi silaturahmi dan mudik ke kampung halaman, harus bisa dijadikan momentum untuk memperkuat persatuan dan kesatuan, baik sesama muslim maupun sesama anak bangsa,” tandasnya.
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto