UMAT Islam di akhir bulan suci Ramadhan diwajibkan untuk menunaikan zakat. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof KH Abdul Mu’ti menyebutkan terdapat tiga dimensi yang saling berkaitan dengan zakat.
Mu’ti menjelaskan, dimensi pertama dari zakat itu memiliki fungsi untuk membersihkan jiwa atau tazkiyatun nafs manusia dari sikap terlalu mencintai harta, seperti kikir, bakhil, dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya karena terlalu mencintai harta.
Kemudian, dimensi kedua dari zakat adalah membersihkan harta atau tazkiyatun mal. Dimensi ini membangun kesadaran bahwa setiap harta yang dititipkan kepada kita ada hak orang lain untuk ditunaikan.
Sedangkan dimensi yang ketiga adalah untuk membersihkan dari berbagai macam persoalan atau tazkiyatun musykilat. Zakat bisa digunakan untuk membersihkan berbagai macam problematika dalam kehidupan masyarakat.
“Karena itu zakat memiliki fungsi yang sangat luas untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan, apalagi jika kita kaitkan zakat itu untuk membebaskan manusia dari perbudakan,” kata Mu’ti di Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Masalah perbudakan, menurut Mu’ti, tidak hanya terjadi pada zaman jahiliyah, tetapi masalah itu tetap saja ada sampai saat ini. Perbudakan modern merupakan eksploitasi manusia oleh manusia yang lain.
“Perdagangan manusia atau human trafficking masih ada berbagai macam bentuk penganiayaan atas nama rasialisme, dan sebagainya. Karena itu maka zakat kalau kita lihat dari tiga fungsi tadi harus kita upayakan,” ungkapnya.
Zakat yang diajarkan di Agama Islam juga berfungsi mengentaskan masalah kemiskinan. “Masalah finansial tidak pernah selesai dari zaman dahulu hingga sekarang, kemiskinan menjadi momok yang terus menghinggapi manusia,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Mu’ti menjelaskan, mustahik atau orang yang bisa menerima zakat tidak terbatas pada komunitas muslim saja, melainkan juga orang non-muslim sesuai dengan delapan asnaf.
“Dari delapan asnaf itu, yang secara spesifik identik dengan umat Islam adalah mualaf dan amil. Tapi yang lainnya tidak disebutkan spesifik sebagai orang yang bisa menerima zakat,” tandasnya.
Sumber: Muhammadiyah.or.id
Editor: Aan Hariyanto