MAKLUMAT – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menyebut masih banyaknya kotak kosong dalam Pilkada serentak 2024 sebagai bentuk kegagalan kaderisasi dan pragmatisme partai politik (parpol).
Dalam konteks Pilkada Jawa Timur misalnya, setidaknya 5 kabupaten/kota melaksanakan Pilbup ataupun Pilwali dengan hanya diikuti calon tunggal melawan kotak kosong. Yakni di Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Gresik, Ngawi, dan Trenggalek.
Menurut Neni, hal itu menjadi sebuah anomali. Sebab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 tentang ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah yang telah diakomodir dalam PKPU 10/2024, justru mempermudah atau meringankan syarat bagi parpol atau gabungan parpol yang ingin mengusung pasangan calon (paslon) pada Pilkada 2024.
Seharusnya, kata Neni, dengan regulasi yang mengubah dan menurunkan threshold pencalonan itu bisa dimanfaatkan oleh parpol-parpol. Mereka bisa mencalonkan kader-kader terbaiknya, sehingga semakin banyak kandidat, alih-alih bergabung dalam koalisi besar yang justru memunculkan calon tunggal.
“Kondisi ini memperlihatkan kegagalan kaderisasi partai dan menunjukkan pragmatisme politik yang sangat kental,” ujar Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah itu kepada Maklumat.ID, Senin (2/9/2024).
Neni menjelaskan, bahwa rata-rata calon tunggal di sejumlah daerah, termasuk di 5 kabupaten/kota di Jawa Timur tersebut adalah petahana. Sehingga, kata dia, memang memiliki kenyamanan kekuasaan tersendiri dan tidak ingin ada pihak manapun yang mengganggu kekuasaan mereka.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukannya bersama tim DEEP Indonesia, Neni menyebut sekitar 93 persen calon tunggal yang bertarung pada Pilkada tahun 2015, 2017, 2018, hingga 2020 berhasil meraih kemenangan melawan kotak kosong.
Neni berpendapat, munculnya calon tunggal pada Pilkada 2024 ini sudah berada dalam skenario alias sudah diperkirakan dan dihitung-hitung. “Sebab itu, sangat jelas ini adalah bentuk pembagian kekuasaan berkedok demokrasi melalui Pilkada,” selorohnya.
Neni berharap, fenomena calon tunggal melawan kotak kosong di setiap gelaran Pilkada ini harus dievaluasi, sehingga ke depan diharapkan bisa mendorong dan memunculkan banyak figur. Dengan demikian, rakyat juga menjadi punya banyak opsi.
“Ke depannya memang perlu ada revisi aturan untuk parpol agar tidak membentuk koalisi besar, sehingga menyebabkan parpol-parpol itu harusnya didesak untuk mengusung kader-kader terbaiknya,” pungkas Neni.