26.1 C
Malang
Jumat, November 22, 2024
TopikBung Karno Bebas dari Tuduhan PKI: MPR Cabut TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

Bung Karno Bebas dari Tuduhan PKI: MPR Cabut TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

Nama Bung Karno (kiri) dibersihkan dari tuduhan terlibat pemberontakan PKI. Foto:Tangkapan Layar soekarno_presidenkoe

MAKLUMAT — Tanggal 9 September 2024. Lembaran baru dalam sejarah bangsa Indonesia dibuka dengan langkah monumental. Noda lama dari halaman-halaman sejarah politik negeri seperti terhapus oleh selembar surat.

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, secara resmi menyerahkan surat pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. TAP MPRS ini merupakan keputusan yang mencoreng nama besar Presiden Sukarno.

Penghapusan TAP MPRS ini bukan hanya sebuah keputusan administratif, melainkan simbol dari keadilan yang sangat dinanti-nantikan. Pencabutan TAP MPRS yang mencabut kekuasaan Bung Karno merupakan hasil dari keputusan rapat pimpinan MPR pada 23 Agustus 2024.

Surat pencabutan TAP MPRS XXXIII diserahkan kepada keluarga Bung Karno dan Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas. Surat ini menandai berakhirnya sebuah periode kelam yang telah mengaburkan warisan salah satu pendiri Republik Indonesia ini.

Untuk diketahui, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967, tertanggal 12 Maret 1967, menuduh Bung Karno terlibat dalam Gerakan 30 September (G30S) PKI. Sebuah tuduhan yang tidak pernah terbukti secara hukum dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum negara.

Presiden Jokowi Tidak Hadir

Dalam acara yang berlangsung di Gedung Nusantara, MPR RI, tanpa kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat kehadiran berbagai tokoh penting, termasuk Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan anggota keluarga lainnya.

Suasana haru dan penuh makna menyelimuti acara tersebut. Bambang Soesatyo, atau Bamsoet, dalam pidatonya mengungkapkan betapa pentingnya langkah ini dalam menyegarkan kembali ingatan bangsa akan jasa Bung Karno.

“Surat tersebut menyatakan bahwa TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan Presiden Soekarno tidak berlaku lagi,” ujar Bamsoet dilansir Antara.

Keputusan MPR ini bukan hanya sebuah penghapusan administratif, melainkan sebuah pengakuan resmi terhadap perjuangan dan integritas Bung Karno.

Selama bertahun-tahun, stigma yang disematkan melalui TAP MPRS ini telah membebani nama Bung Karno, seakan-akan menjadi beban yang tak kunjung selesai hingga putra Sang Fajar meninggal dunia.

Bamsoet dengan tegas menjelaskan bahwa TAP MPRS tersebut sudah tidak memerlukan tindakan hukum lebih lanjut. Keputusan ini sejalan dengan prinsip bahwa setiap orang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum ada bukti yang sahih.

Tak hanya dari sisi hukum, pengakuan terhadap Bung Karno juga diperkuat oleh keputusan-keputusan penting dari para presiden sebelumnya.

Hapus Stigma Negatif

Presiden Ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012, yang menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno.

Presiden Joko Widodo juga menegaskan bahwa Bung Karno memenuhi syarat untuk gelar tersebut, yaitu tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara. Keputusan-keputusan ini, ditambah dengan pencabutan TAP MPRS, menyajikan gambaran yang lebih utuh tentang peran dan kontribusi Bung Karno terhadap Indonesia.

MPR RI berkomitmen untuk memberikan klasifikasi khusus terhadap ketetapan-ketetapan MPR/MPRS yang tercantum dalam Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003, sebagai bagian dari penataan arsip dan sosialisasi kepada masyarakat, terutama generasi muda.

Tujuan utamanya adalah untuk menghapus stigma negatif yang telah lama melekat pada Bung Karno. “Harapan kami, dengan penegasan ini, luka mendalam yang dirasakan Bung Karno dan keluarganya dapat sembuh,” ujar Bamsoet.

Pengakuan ini bukan hanya untuk Bung Karno, tetapi juga untuk sejarah Indonesia yang lebih adil dan seimbang.

Bung Karno Kader Muhammadiyah

Di luar penghapusan TAP MPRS, terdapat sebuah kisah lain yang mendalam mengenai kedekatan Bung Karno dengan Muhammadiyah. Sejak masa perang kemerdekaan, Bung Karno dikenal sebagai kader Muhammadiyah yang setia.

Keterlibatannya dalam Muhammadiyah, sebagai bagian dari perjalanan intelektual dan spiritualnya, menunjukkan keterhubungan antara pemikiran Islam progresif yang diusung Muhammadiyah dan visi Bung Karno untuk Indonesia.

Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengisahkan bahwa Bung Karno terinspirasi oleh pemikiran Kiai Dahlan dan tetap menjaga identitas kemuhammadiyahannya bahkan setelah menjadi presiden.

Bung Karno, dengan semangatnya yang progresif dan jiwanya yang terhubung erat dengan Muhammadiyah, telah meninggalkan warisan yang lebih dari sekadar catatan sejarah.

“Sejak menimba ilmu dan mengajar di rumah Hos Cokroaminoto, Bung Karno tertarik pada pikiran-pikiran Kiai Dahlan yang menghadirkan kemajuan. Setelah itu, Bung Karno resmi menjadi anggota Muhammadiyah,” tutur Haedar Nashir dikutip dari laman Muhammadiyah.

Pada tahun 1938 saat Bung Karno dibuang ke Bengkulu oleh kolonial Belanda, Haedar mengisahkan bahwa Putra Sang Fajar resmi menjadi anggota dan pengurus pendidikan Muhammadiyah.

Selepas pengasingan di Bengkulu lalu menjadi presiden, Bung Karno tetap merawat identitas
kemuhammadiyahannya. Di Ende, kata Haedar, Bung Karno memperkenalkan pemikiran-pemikiran Islam yang progresif dan mengutarakan alasan bergabung Muhammadiyah.

Dengan tegas Bung Karno menuturkan bahwa Muhammadiyah sejalan dengan alam pikiran dirinya yakni menghadirkan Islam yang progresif.

“Bung Karno mengatakan kenapa saya masuk menjadi anggota Muhammadiyah karena Muhammadiyah bagi dia sesuai dengan alam pikirannya, yakni menghadirkan Islam yang progresif, dan Kiai Dahlan menghadirkan regeneration dan redifination atau peremajaan dan pemudaan pemikiran Islam dan gerakan Islam,” ujar Haedar.

Dikafani Bendera Muhammadiyah

Bisa dikatakan, Bung Karno dengan Muhammadiyah dipertemukan dengan visi keislaman yang sama, yaitu Islam berkemajuan. Pada tahun 1962 ketika Muktamar Muhammadiyah untuk usianya yang ke-50 tahun, Bung Karno meminta namanya tetap dicatat sebagai kader dan ketika meninggal dikafani bendera Muhammadiyah.

Ia adalah simbol dari perjuangan dan kemajuan, dan kini, dengan pencabutan TAP MPRS, kita dapat melihat kembali pada legasinya dengan lebih jelas dan adil.

Sejarah kini kembali mencatat bahwa Bung Karno adalah pahlawan bangsa dan proklamator kemerdekaan yang layak mendapatkan pengakuan penuh dan penghormatan yang semestinya.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer