MAKLUMAT — Pakar Hukum Tata Negara (HTN) yang juga mantan Menko Polhukam RI, Moh Mahfud Md, menyambut sumringah persetujuan DPR RI atas Surat Presiden terkait permohonan pemberian abolisi bagi Tom Lembong dan amnesti bagi 1.116 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
Dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (31/7/2025), Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa DPR RI telah menyetujui pemberian abolisi bagi eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Selain itu, DPR RI juga menyetujui pemberian amnesti bagi total 1.116 terpidana, termasuk salah satunya adalah Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Merespon hal tersebut, Mahfud menyambut positif dan tampak sumringah. Menurutnya, pemberian abolisi dan amnesti itu adalah buah dari aspirasi dan teriakan masyarakat untuk menegakkan keadilan.
“Teriakan masyarakat yang bersumber dari public common sense tentang rasa keadilan sekarang membuahkan hasil,” ucap Mahfud dalam video di kanal YouTube pribadinya bertajuk ‘Press Update – Komentar Mahfud Md terkait Amnesti Hasto & Abolisi Tom Lembong‘, dikutip Jumat (1/8/2025).
“Saudara Hasto Kristiyanto dan Saudara Tom Lembong, yang keduanya telah divonis, dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan negeri, sekarang mendapat amnesti dan abolisi, yang artinya keduanya nanti harus dibebaskan,” sambungnya.
Menurut Mahfud, perbedaan antara abolisi dan amnesti nantinya tidak akan terlalu banyak menimbulkan perdebatan.
“Perdebatan (antara abolisi dan amnesti) mungkin hanya teoritis (saja) yang akan terjadi. Mengapa yang satu amnesti, mengapa yang satu abolisi,” kelakarnya.
Menunggu Keppres
Pria yang juga pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan, bahwa abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong artinya adalah penghentian terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
Sementara itu, amnesti yang diberikan terhadap 1.116 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto, berarti peniadaan atau meniadakan akibat dari sebuah pemidanaan.
Menurut Mahfud, secara substansial kedua status tersebut berarti sama-sama membebaskan—dalam konteks ini adalah Tom Lembong dan Hasto.
Kendati demikian, Mahfud menegaskan bahwa setelah persetujuan dari DPR, kini tinggal menunggul Keputusan Presiden (Keppres), yang bakal memastikan pemberian abolisi dan amnesti bagi kedua sosok tersebut.
“Sehingga sama juga harus bebas. Tinggal keduanya menunggu Keputusan Presiden. (Prosedurnya) sesudah presiden kirim surat, (lalu) DPR setuju, lalu atas persetujuan itu nanti presiden mengeluarkan Keppres memberi amnesti dan abolisi kepada Saudara Hasto Kristiyanto dan kepada Tom Lembong,” tandasnya.
Hukum Tidak Boleh Jadi Alat Politik
Lebih jauh, Mahfud memperingatkan agar hukum tidak dijadikan sebagai instrumen politik. Ia menegaskan, hukum harus ditegakkan secara adil dan bukan berdasarkan pesanan politik.
Ia menyambut persetujuan DPR atas pemberian abolisi bagi Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto tersebut sebagai harapan baru, bahwa pemerintah bakal memperbaiki penegakan hukum di Indonesia.
“Yang terpenting sekarang jeritan hati nurani masyarakat agar hukum tidak dijadikan alat politik, agar hukum itu ditegakkan, hukum sebagai hukum, bukan karena pesanan politik, sekarang memberi harapan baru kepada kita bahwa hukum akan mulai ditegakkan dan mudah-mudahan ini akan berlanjut,” kata Mahfud.
Ia berharap agar Presiden Prabowo mampu menjalankan pemerintahan dengan baik, termasuk dalam sektor penegakan hukum.
Pria asal Madura itu juga mewanti-wanti agar jangan sampai kasus serupa yang menjerat Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto terulang di kemudian hari.
“Kita doakan presiden Prabowo tetap mendapat semangat untuk menjadikan negara ini sebagai betul-betul negara hukum,” ajaknya.
“Jeritan hati masyarakat dan opini publik, serta public common sense ternyata benar bahwa kasus yang menimpa Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong memang sangat kental nuansa politiknya dan itu tidak boleh diulangi lagi,” sambung Mahfud.