28.1 C
Malang
Jumat, Mei 3, 2024
KilasMuhammadiyah Desak PBB Akhiri Ketegangan Palestina-Israel, Siap Kirim Relawan dan Bantuan

Muhammadiyah Desak PBB Akhiri Ketegangan Palestina-Israel, Siap Kirim Relawan dan Bantuan

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

ESKALASI ketegangan antara Israel dan Palestina meningkat dalam beberapa hari terakhir. Konflik berkepanjangan kedua negara tersebut memang berakar sejarah yang panjang, kompleks, dan sensitif. Terbaru, milisi Hamas menyerang Israel pada Sabtu (7/10/2023). Kemudian direspons dengan deklarasi perang oleh Israel sehari kemudian.

Sebagai respons atas ketegangan antara Palestina dengan Israel, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam pernyataan pers dengan nomor 006/PER/I.0/I/2023 pada Rabu (11/10/2023) mendesak, lembaga internasional, terutama Dewan Keamanan (DK) PBB, untuk segera mengambil langkah-langkah konkret dan tegas untuk mengakhiri kekerasan antar kedua belah pihak. Salah satunya berperan menciptakan dan memfasilitasi adanya gencatan senjata yang memungkinkan ruang dialog serta negosiasi.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir meminta, semua pihak mampu memahami bahwa tidak ada pemenang dalam perang tersebut. Maka harus ada upaya untuk mencapai keadilan serta perdamaian yang hanya bisa ditempuh melalui jalur diplomasi. Para pemimpin dunia harus menunjukkan kepemimpinan mereka dalam upaya penyelesaian konflik ini.

“Mereka (Palestina dan Israel) harus duduk bersama dalam upaya mencari solusi jangka panjang yang adil dan berkelanjutan. Israel dan Palestina perlu diingatkan untuk menghentikan tindakan provokatif dan aneksasi wilayah yang hanya memperparah situasi,” katanya di hadapan media.

Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menyebut, tragedi antara Palestina dengan Israel yang terus berulang itu tercipta dikarenakan ketidakmampuan PBB dalam mengimplementasikan resolusi serta menegakkan hukum secara adil, terutama bagi negara-negara adikuasa dan berpengaruh yang sedang berkonflik.

“Solusi yang telah disepakati bersama PBB, berupa pendirian dua negara berdaulat pada realitanya juga tidak tuntas terwujud karena adanya veto dari beberapa negara adikuasa. Akibatnya, status Palestina di PBB masih menjadi Non-member Observer State (negara pengamat non-anggota). Sedangkan Israel telah diakui sebagai entitas negara yang berdaulat. Jika tidak ada langkah-langkah yang progresif, saya yakin fungsi PBB itu semacam impotensi,” ungkapnya .

Lebih jauh, Haedar mengungkapkan, ketika hampir semua negara maju selalu peduli terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM), terutama di negara-negara dunia ketiga. Namun, faktanya negara maju membiarkan tragedi dan pelanggaran HAM terus terjadi. “Jadi kesimpulan kami sebenarnya peradaban modern dan kesadaran akan perdamaian hak asasi manusia, demokrasi di tatanan global ini sudah di lorong gelap atau lorong buntu dari peradaban modern,” sorot Haedar.

Maka dari itu Haedar berkeyakin, kalau tidak ada ketegasan PBB dan pengakuan kemerdekaan Palestina terus menjadi korban veto dari negara yang tidak netral terhadap posisi kedua negara (Palestina-Israel), bisa dipastikan situasi akan terus seperti ini.

“Mungkin 2 tahun lagi kejadian lagi, 3 tahun lagi kejadian lagi. Jadi pertanyaan besar Muhammadiyah untuk dunia sebenarnya apakah dunia dan PBB akan membiarkan tragedi kemanusiaan yang terjadi di depan mata ini terus berlangsung dan kita lumpuh, tidak bisa menegakkan perdamaian, tidak bisa menindak negara yang merusak perdamaian dan tidak mewujudkan persaudaraan antar bangsa,” tambahnya.

Padahal, Haedar menjelaskan, PBB memiliki lima tujuan utama yang beberapa di antaranya tidak optimal, khususnya pada poin pertama dan poin keempat, yakni terkait ‘menjaga perdamaian dan keamanan dunia’ dan terkait menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia.

“Pertanyaan mendasar kita di era ketika PBB sudah 78 tahun dan negara-negara maju semua termasuk negara kita selalu menyuarakan perdamaian, dunia tanpa kekerasan, kesadaran hak asasi manusia, apakah kita akan terus membiarkan tragedi-tragedi ini terus terjadi? Bahkan forum-forum global yang dilakukan antar negara dan antar kelompok masyarakat dan organisasi dunia tentang perdamaian, nyaris hanya suara di atas kertas saja,” kritiknya.

Posisi dan Peran Diplomasi Indonesia

Haedar juga mengatakan, sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia, Indonesia perlu meningkatkan peran serta aktifnya secara signifikan dalam upaya penyelesaian konflik ini. “Kita memiliki potensi untuk menjadi mediator yang efektif, berkontribusi dalam menjembatani perbedaan dan mempromosikan perdamaian,” sebutnya.

Sementara sebagai individu, lanjut Haedar, juga harus berperan aktif dalam memahami masalah ini dan mendukung usaha-usaha untuk mencapai perdamaian. Menghindari tersebarnya informasi provokatif dan hoaks adalah langkah awal yang penting untuk meredakan ketegangan.

“Dalam suasana dan dinamika yang terus berubah ini, kita harus ingat bahwa di balik semua angka dan statistik, ada manusia yang menderita dan mengalami kesulitan yang tak terbayangkan. Kita semua memiliki tanggung jawab moral untuk berusaha menciptakan dunia yang lebih damai dan adil. Perdamaian Israel-Palestina adalah tugas bersama bagi seluruh umat manusia, dan saatnya untuk berbuat lebih banyak,” pesannya.

Aksi Konkret Muhammadiyah

Pada Rabu (11/10/2023) sedikitnya 2.000 korban jiwa jatuh di kedua belah pihak dan besar kemungkinan akan terus bertambah. Bahkan, Israel mengumumkan untuk memblokade total Gaza, termasuk mematikan aliran listrik, air, dan memutus suplai bantuan makanan.

Merespons krisis tersebut, PP Muhammadiyah menegaskan komitmen dan kesiapannya dalam misi bantuan kemanusiaan ke wilayah konflik dengan sesegera mungkin mengirimkan relawan serta tenaga medis yang kompeten dan berpengalaman.

“Secara sumber daya manusia, Muhammadiyah sebenarnya sudah sangat siap dengan tenaga-tenaga kemanusiaan yang terlatih itu dan dengan perlengkapan-perlengkapan pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit lapangan yang sebenarnya kita sudah cukup memiliki dan kemudian sekali lagi ini tinggal faktor koordinasi saja,” terang Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti dalam siaran pers, Rabu (11/10/2023).

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, permasalahan yang dihadapi bukanlah dari aspek sumber daya, melainkan teknis pengiriman karena situasi yang masih genting. Apalagi hampir tidak ada perbatasan negara yang membuka akses masuk bagi bantuan kemanusiaan ke jalur Gaza, sebab blokade total yang dilakukan oleh Israel.

“Untuk teknis pengiriman dari Indonesia ke sana harus menunggu perkembangan lebih lanjut karena  situasinya perang, tapi Muhammadiyah sekarang ini relatif memadai dan memiliki jumlah relawan kemanusiaan yang sudah terlatih dan mereka sudah beberapa kesempatan dikirim ke Turki, Rakhine State Rohingnya, dan berbagai negara lain,” kata Mu’ti.

Dia menjelaskan, bantuan kemanusiaan Muhammadiyah terhadap Palestina telah direalisasikan cukup lama lewat berbagai program kolaborasi dengan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Palestina, dengan berbagai bentuk bantuan, termasuk beasiswa pendidikan tinggi dan program-program pemberdayaan. Bahkan, Muhammadiyah juga telah membangun sekolah bagi para pengungsi Palestina di Beirut, Lebanon.

Mu’ti lantas mengajak seluruh umat Islam dan Bangsa Indonesia untuk ikut memperkuat solidaritas terhadap Bangsa Palestina yang sudah terjajah selama 75 tahun. “Selama ini (dukungan) telah dilakukan oleh Bangsa Indonesia mendukung perjuangan Bangsa Palestina, namun ini sekarang memang perlu untuk diperkuat lagi. Mudah-mudahan kami bisa berbuat yang bermanfaat untuk membantu masyarakat sipil yang menjadi korban dari Perang Israel Palestina ini,” jelas Mu’ti. (*)

Reporter: Ubay

Editor: Aan Hariyanto

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer