Pakar Nilai Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Bakal Punya Implikasi Berbeda bagi Penegakan Hukum

Pakar Nilai Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Bakal Punya Implikasi Berbeda bagi Penegakan Hukum

MAKLUMAT — Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Rifqi Ridlo Phahlevy SH MH, menyampaikan pandangannya terkait langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi bagi Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto.

Menurut Rifqi, pemberian abolisi oleh Presiden merupakan sesuatu yang cukup jarang terjadi. Ia menyebut, abolisi biasanya hanya diberikan kepada beberapa figur penting dalam perkara yang menggugah rasa keadilan dalam masyarakat.

Meski begitu, ia juga menegaskan bahwa pemberian abolisi oleh Presiden kepada eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, adalah hal yang sudah sepatutnya. Terlebih, kata dia, kasus dan putusan terhadap Tom Lembong banyak memicu kontroversi.

“Penerbitan abolisi oleh Presiden untuk Tom Lembong, dalam perspektif ketatanegaraan adalah hal yang sepatutnya, mengingat aspek kewenangan yang memang ada pada presiden,” ujar Rifqi kepada Maklumat.id, Jumat (1/8/2025).

“Dan profil perkara (putusan) Tom Lembong yang banyak memunculkan kritik terhadap APH (aparat penegak hukum) dan peradilan yang bias politik dan jauh dari nilai keadilan substantif,” sambungnya.

Amnesti Hasto Bentuk Penyelundupan Hukum

Berbarengan dengan pemberian abolisi untuk Tom Lembong, Presiden Prabowo juga memberikan amnesti bagi total 1.116 terpidana, termasuk salah satunya adalah Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

Namun, berbeda dengan konteks abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong, Rifqi menilai bahwa amnesti bagi Hasto harus dilihat secara kritis dan reflektif. Ia menduga amnesti untuk Hasto sebagai apa yang disebutnya dengan bentuk penyelundupan hukum.

Baca Juga  Konsolidasi PDIP Sidoarjo, Edy Widodo Minta Tim Solid Menangkan Paslon SAE

“Berbeda dengan abolisi untuk Tom Lembong, pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto kiranya perlu dilihat secara kritis reflektif sebagai bentuk penyelundupan hukum,” tandas pria yang juga menjabat di Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) PWM Jawa Timur itu.

Menurutnya, profil perkara yang mendasari putusan terhadap Hasto, serta pertimbangan hukum dari hakim, tidak secara signifikan memperlihatkan adanya cacat substantif, baik pada aspek pembuktian, logika hukum maupun berat hukuman yang diberikan oleh hakim.

Ia juga menduga bahwa amnesti untuk Hasto sarat muatan dan kepentingan politik. Sebab, usai amnesti diumumkan, PDIP langsung dikabarkan menyatakan dukungan terhadap pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

“Terlepas dari alasan yang diberikan oleh Presiden, nalar publik terlanjur tertuju pada perubahan arah dukungan politik PDIP yang per tanggal 31 Juli 2025 menyatakan mendukung Pemerintahan Presiden Prabowo,” sorotnya.

“Jika menggunakan nalar politik hukum, di mana hukum lahir sebagai proses politik, maka sah-sah saja jika ada yang menyatakan bahwa amnesti bagi Hasto adalah bentuk permufakatan Presiden dengan PDIP, untuk mendapat dukungan politik selama kepemimpinannya hingga tahun 2029 (mendatang),” imbuh Rifqi.

Perbedaan Implikasi Abolisi dan Amnesti

Lebih jauh, Rifqi menilai bahwa langkah Presiden memberikan abolisi bagi Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto bakal membawa implikasi yang berbeda, dalam konteks perwujudan negara hukum yang berkeadilan ke depan.

Baca Juga  Percepat Eliminasi Kusta dan Filariasis, Kemenkes Target Bebas NTDs pada 2030

Menurutnya, kemauan menerbitkan abolisi dapat difahami sebagai sikap kenegarawanan dan demokratis seorang Prabowo sebagai Presiden RI. Sikap tersebut, kata dia, akan memberikan harapan baru bagi proses pencarian keadilan.

“Bahwa abolisi (bisa) menjadi ruang perlindungan bagi rakyat dari praktik buruk penegakan hukum yang mereka alami,” kata Rifqi, yang juga menjabat Ketua Lembaga Kantor Badan Hukum (LKBH) Umsida.

Dengan kejadian tersebut, ia menekankan supaya para hakim dan aparat penegak hukum harus lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas penegakan hukumnya, sebab Presiden dapat menganulir proses berhukum mereka, jika nalar hukum dan nalar publik menilai proses yang mereka lakukan itu buruk dan jauh dari nilai keadilan.

Namun sebaliknya, Rifqi menilai pemberian amnesti bagi Hasto Kristiyanto juga memunculkan kekhawatiran terhadap proses penegakan dan keadilan hukum ke depan. Amnesti terhadap Hasto, menurutnya, memperlihatkan watak kompromis yang kuat, yang sejatinya tidak baik dalam konteks proses penegakan hukum.

Hukum yang berkeadilan substantif akan sulit terwujud, jika proses berhukum dapat diintervensi oleh permufakatan politik para elit kekuasaan,” tegas Rifqi.

“Stigma hukum tajam ke bawah (pada rakyat tanpa kuasa) akan semakin menguat, karena penegakan hukum dan proses berhukum yang kompromistik hanya dapat dijalankan dan menguntungkan kalangan elite politik dan pemilik modal,” pungkasnya.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *