31.8 C
Malang
Senin, Oktober 7, 2024
KilasRidho Al Hamdi: Muhammadiyah Anomali Gerakan Transnasional

Ridho Al Hamdi: Muhammadiyah Anomali Gerakan Transnasional

Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al Hamdi

KETUA Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Ridho Al Hamdi mengatakan, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlah itu kini bisa disebut sebagai gerakan transnasional. Sebab, Muhammadiyah sudah hadir di lebih dari 30 negara di dunia.

“Namun, Muhammadiyah berbeda dengan gerakan transnasional lainnya. Muhammadiyah itu tidak tekstualis dan juga formalistik,” katanya dalam Kajian Iktikaf yang diselenggarakan oleh Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Piyungan, Bantul, Ahad (31/3/2024).

Ridho kemudian menjelaskan, dalam pengetahuan masyarakat umum, gerakan transnasional dikenal kental akan pandangan yang tekstualis dan formalistik, juga fundamental dan radikal. Tapi Muhammadiyah seakan sebagai anomali dari pengetahuan umum itu.

“Terdapat perbedaan antara gerakan transnasional dengan Muhammadiyah dalam mendekati teks Al Quran dan Hadis,” ungkap akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.

Meski, Ridho mengungkapkan, Muhammadiyah masih saja mendapat label serupa. Lebih-lebih hanya karena semangat yang diusung oleh Muhammadiyah sama dengan Gerakan transnasional lain, yaitu kembali pada Al Qur’an dan Hadis.

“Tafsirnya adalah pemurnian, tapi pada saat yang bersama adalah adanya dinamisasi atau bahasa tarjihnya pembaharuan,” terang Ridho menjelaskan perbedaan antara Persyarikatan Muhammadiyah dengan Salafi.

Lebih lanjut Ridho menerangkan, cara Muhammadiyah mendekati teks kemudian bisa menghasilkan tradisi-tradisi keagamaan baru di Indonesia. Salah satunya terkait dengan pembentukan lembaga amil zakat (LAZ).

“Sebelum Muhammadiyah membangun LAZ, penyerahan zakat dilakukan langsung ke pemuka agama. Inovasi pendirian LAZ ini bahkan kini diadopsi oleh pemerintah berupa Baznas,” paparnya.

Ia menambahkan, tradisi baru lain yang juga dilahirkan oleh Muhammadiyah adalah adanya pengajian-pengajian di lingkungan negara.  “Termasuk ibu-bapak pengajian-pengajian di lembaga-lembaga negara itu yang mempelopori Muhammadiyah ketika di era Pak AR Fakhruddin,” ungkap Ridho.

“Termasuk kemudian ada musalah-musalah di lembaga-lembaga negara dulu nggak ada, itu Muhammadiyah tapi kemudian orang tidak tahu kalau itu adalah tradisi yang dibangun oleh Muhammadiyah, termasuk Salat Id di lapangan,” imbuhnya.

Ridho menegaskan, tradisi-tradisi baru keagamaan yang dilahirkan oleh Muhammadiyah telah menegaskan posisi Muhammadiyah sebagai gerakan yang tidak tekstualis. “Meski demikian, di beberapa tempat, Persyarikatn Muhammadiyah masih saja diidentikan dengan Salafi atau Wahabi,” tandasnya.

Sumber: Muhammadiyah.or.id

Editor: Aan Hariyanto

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer