CALON Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 03 Mahfud Md menanggapi komentar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, yang menyinggung terkait kesalahan data deforestasi.
Menurut Mahfud, data yang dia sampaikan saat debat cawapres tidak salah, melainkan terdapat perbedaan dalam pembacaan data antara dirinya dengan data LHK.
“Memang betul, bukan kesalahan tapi perbedaan membaca data. Yang disampaikan Bu Siti Nurbaya itu adalah deforestasi netto, data yang ada di KLH dan di BPS (Badan Pusat Statistik) itu yang memang ada di situ,” ucapnya, Selasa, (23/1/2024).
Mahfud menjelaskan, data yang dibacanya adalah berdasarkan Global Forest Watch, terkait hilangnya hutan dalam kurun waktu atau periode waktu tertentu.
“Sedangkan data yang saya baca, Global Forest Watch dunia. Global forest watch itu memotret hilangnya atau tutupan hutan dalam waktu tertentu. Sedangkan deforestasi netto itu, merupakan deforestasi bruto dan dikurangi reforestasi sehingga sisanya catatan oleh Bu Siti Nurbaya,” terangnya.
“Padahal, yang rusak sebelum reforestasi itu tetap rusak karena terjadi deforestasi. Karena Bu Siti Nurbaya mengurangi itu dengan reforestasi itu bisa menghitung seperti itu, gitu,” imbuh Mahfud.
Pria asal Pulau Madura itu mengaku, dirinya juga membaca data BPS dan KLHK. Namun, dia tetap memilih untuk menggunakan data dari Global Forest Watch sebagai bahan dalam debat cawapres yang telah dilangsungkan Ahad (17/1/2024) lalu.
“Seperti data yang ada di BPS dan juga LHK saya juga baca. Dan ini sebenarnya sudah ditulis secara menghitung ini oleh Prof Hariadi Kartodihardjo pada 9 November 2021 atau 2022 teori menghitung ini. Saya pakai Global Forest Watch ini dan tidak ada yang salah, cuma Bu Siti Nurbaya mengurangi dengan tambahan, tapi di tempat lain yang rusak lebih dulu kan tidak tertutupi juga,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mahfud menyebut tidak mempermasalahkan perbedaan tersebut. Menurut dia, kedua data itu sama benarnya, hanya harus dipahami cara membaca datanya.
“Tidak apa-apa bagus ini. Sama-sama benar, tinggal mau baca dari mana, bruto atau netto. Saya pakai Global Forest itu setiap tahun rusaknya dalam 10 tahun, nih segini loh rusaknya,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya, menyebut ada orang yang salah data terkait deforestasi. Dia mengatakan, orang harus paham soal apa itu deforestasi dan metode menghitungnya.
“Datanya nggak kayak gitu. Datanya salah. Saya nggak mau ngomong orangnya. Datanya salah,” katanya di kantor KLHK, Selasa (23/1/2024).
Siti menjelaskan, dalam membaca data deforestasi tidak bisa hanya dibaca statistik angka-angka saja. Harus dipahami konsepnya.
“Dia mesti ngerti deforestasi apa sih. Cara ngelihatnya bagaimana, cara ngehitungnya gimana. Kemudian kalau udah ngerti konsepnya, dia enggak bisa hitung deforestasi tahun ini, tambah deforestasi tahun ini, tambah tahun ini, tanpa membayangkan spasialnya,” jelasnya.
Siti mengklaim, berdasarkan data yang dipegangnya, deforestasi di Indonesia justru terus mengalami penurunan. Dia mengatakan metode yang digunakan untuk menghitung deforestasi juga harus benar.
“Jadi yang paling besar memang tahun 2015 itu 1,01 (juta hektare). Tapi setelah itu turun jadi 600 (ribu hektare) turun lagi jadi 480 (ribu hektare), turun lagi jadi 440 (ribu hektare) turun turun terus dan tahun 2022 udah tinggal 104 (ribu hektare),” jelasnya. (*)
Reporter: M. Ardi F
Editor: Aan Hariyanto