MENTERI Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut pentingnya strategi dan taktik dalam manajerial sebuah organisasi. Itu disampaikannya dalam Capacity Building bertajuk ”Ideologi, Politik dan Organisasi (Ideopolitor)” PDM se-Jawa Timur yang dilaksanakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Sabtu (5/8/2023) di Grand Whiz Hotel Trawas, Mojokerto.
Muhadjir menganalogikan sebuah organisasi layaknya kesebelasan sepak bola, yang kolektif serta penuh strategi dan taktik dalam penerapannya ketika berlaga di atas lapangan.
Pria yang mengaku mengidolakan sosok mantan pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson itu menegaskan, pelatih harus bisa membaca dan menerapkan strategi yang sesuai. Pemain juga harus bisa mengaplikasikan strategi yang disampaikan pelatih.
“Jadi harus jelas, siapa strikernya, siapa kipernya, pemain sayapnya, kenapa dia strikernya, kenapa dia kipernya dan seterusnya, pemilihan pemain itu semua kan ada perhitungannya, itu strategi dan taktik juga,” ujar Muhadjir.
Begitu pun di dalam organisasi. Menko PMK RI yang juga Ketua PP Muhammadiyah itu menjelaskan, guna mencapai tujuan dan cita-cita organisasi, berlandaskan pada nilai ideologi yang kokoh dan membutuhkan strategi yang terukur, serta langkah-langkah taktis dalam misi untuk mewujudkan tujuan tersebut.
“Kalau dulu Profesor Malik Fajar itu kan mengistilahkan Ideopolitor-Stratak (Ideologi, Politik, Organisasi, Strategi dan Taktik). Ini penting bagi organisasi, apalagi Muhammadiyah,” kisahnya.
Jadi, lanjut mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, strategi merupakan pemetaan secara komprehensif untuk mencapai tujuan organisasi, sifatnya lebih statis. Kalau diupayakan, digerakkan, dinamis untuk mencapai sukses, itu disebut taktik.
Menko PMK RI Muhadjir Effendy yang menjadi pembicara sekaligus membuka acara Capacity Building PDM se-Jatim menyebut bahwa analogi kesebelasan sepak bola, bukan hanya sama seperti organisasi, tetapi dengan dunia politik pun hampir sama.
Menurut dia, filosofi bola itu bundar, bahwa artinya memiliki sudut tak hingga, menandakan bahwa terdapat kemungkinan-kemungkinan yang dinamis dan tak hingga pula. Segala kemungkinan bisa terjadi.
“Klub yang menyerang terus belum tentu menang, yang bertahan terus juga belum pasti akan kalah. Kemungkinan apapun kan bisa terjadi, bahkan sampai di menit-menit akhir sebuah pertandingan,” terangnya.
Politik juga sama, lanjut Muhadjir, seperti itulah politik, yang tampil terus, yang menyerang terus belum tentu akan menang. Bahkan bisa jadi yang diam-diam saja yang justru menjadi pemenang.
Menurut dia, dalam politik, mengelola Indonesia bukanlah hal yang mudah, dengan luas wilayah yang begitu besar dan memiliki kekhasan atau lokalitasnya masing-masing.
Antara organisasi, kesebelasan sepak bola, serta dunia politik memiliki titik temu persamaan dalam pengelolaan dan dinamikanya. Terdiri dari orang-orang dari berbagai daerah, berbagai latar belakang, berbagai profesi, dan seterusnya, harus bisa dikelola dengan baik.
“Apalagi kalau klub sepak bola itu kan ada transfer pemain, di politik juga sama, di organisasi pun sama. Artinya bagaimana agar Muhammadiyah bisa betul-betul mengkader dan mengorbitkan pemain itu, yaitu kader-kadernya supaya bisa berkiprah dan berdiaspora dimana-mana,” tandasnya. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto