25.4 C
Malang
Sabtu, Juli 27, 2024
KilasWakil Ketua PWM Jatim: Muhammadiyah Bukan Oposisi Pemerintah

Wakil Ketua PWM Jatim: Muhammadiyah Bukan Oposisi Pemerintah

Wakil ketua PWM Jatim Prof Dr Nazaruddin Malik (dua dari kiri).

MUHAMMADIYAH adalah mitra kritis pemerintah dalam membangun bangsa. Maka, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan itu tidak bisa serta-merta berada di pihak pro pemerintah atau sebaliknya, berpisah jalan dengan pemerintah dan memilih menjadi oposisi. Sebab, Muhammadiyah bukanlah partai politik.

“Biarkan itu menjadi tugasnya partai politik untuk pro ataupun oposisi dengan pemerintah. Jangan karena kita berbeda lalu putus. Sehingga, Persyarikatan kehilangan akses politiknya. Muhammadiyah adalah mitra kritis pemerintah, yang turut serta membangun peradaban atau civilization bangsa. Kita tetap bisa mengingatkan pemerintah, tapi di satu sisi kita juga membantu kerja-kerja pemerintah dalam membangun bangsa dan negara ini,” kata Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Nazaruddin Malik ketika memberikan pengarahan dalam Rapat Kerja Majelis dan Lembaga PWM Jatim, di Kantor PWM Jatim, Senin (1/1/2024)

Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Malang itu menerangkan, pasca reformasi bergulir, kekuasaan tertinggi ada di tangan partai politik. Maka dari itu, pilihannya adalah harus ada yang menjembatani perbedaan pandangan politik karena faktor kultural di internal Persyarikatan. Sehingga bisa mereduksi perbedaan yang bersifat intimidatif dan yang berpotensi membuat bercera berai.

“Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) harus bisa menjadi jembatan politik warga Muhammadiyah yang tidak memiliki partai politik. Hal itu agar bisa mewadahi perbedaaan pandangan politik dan tidak bersikap intimidatif,” himbaunya.

Menurut Prof Nazar, hal terpenting yang juga harus diperhatikan serta diupayakan dalam konteks politik adalah ketersediaan akses informasi politik bagi warga Muhammadiyah. Hal itu untuk memberikan pengetahuan perkembangan politik di Indonesia. Meski, ketersediaan akses informasi politik itu nyatanya masih belum merata menyentuh warga Persyaritan. Sehingga, tidak semua warga Persyarikatan betul-betul ‘melek’ politik.

Imbasnya, ketika ditarik dalam konteks diaspora di berbagai lini kehidupan, termasuk di politik atau di lini-lini pemerintahan, baik itu di yudikatif, legislatif, maupun eksekutif di berbagai tingkatan, seringkali terkendala.

Maka dari itu, Prof Nazar menjelaskan, penting untuk memformulasikan dan memetakan kader-kader ataupun warga Muhammadiyah untuk mengisi ‘pos-pos’ lini pemerintahan di berbagai tingkatan, bahkan termasuk di desa, RW, maupun RT.

“Inilah esensinya dari adanya LHKP itu, edukasi-edukasi politik itu dilakukan untuk memberikan akses informasi politik yang merata. Saat ini mungkin bisa dibilang cukup lumayan gerakannya LHKP, tapi itu harus terus dilakukan,” tandasnya. (*)

Reporter: Ubay NA

Editor: Mohammad Ilham

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer