Potensi Kesulitan Memenuhi 24 Jam Mengajar di Sekolah Kecil

Potensi Kesulitan Memenuhi 24 Jam Mengajar di Sekolah Kecil

MAKLUMAT — Salah satu syarat pencairan tunjangan guru adalah kewajiban mengajar minimal 24 jam per minggu. Namun dalam praktiknya, banyak guru mengalami kesulitan memenuhi ketentuan ini karena terbatasnya jumlah kelas dan alokasi jam pelajaran di masing-masing sekolah.

Ketentuan tersebut kemudian dipermudah pada era Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Kini, untuk memenuhi kewajiban 24 jam mengajar, guru dapat mengganti sebagian jam tatap muka dengan aktivitas lain yang tetap berkontribusi pada dunia pendidikan.

Tugas tambahan seperti menjadi wakil kepala sekolah, ketua program keahlian di SMK, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, pengelola bengkel, atau unit produksi sekolah dapat dikonversi dan diakui hingga setara 12 jam tatap muka.

Meski demikian, bagi Muhammad Akhwan Zainuri, guru di salah satu SMP swasta di Surabaya, kondisi ini masih menyisakan tantangan, terutama bagi guru di sekolah-sekolah kecil. Di SMP tempatnya mengajar, misalnya, hanya terdapat tiga rombongan belajar untuk kelas 7, 8, dan 9.

“Mata pelajaran yang saya ampu hanya memiliki dua jam pelajaran per kelas, sehingga total jam mengajar di sekolah induk hanya enam jam per minggu,” jelasnya kepada Maklumat.id, Kamis (15/5/2025).

Untuk mencukupi 24 jam, Akhwan mengajar juga di sekolah lain. Namun, beban mengajar di luar sekolah induk hanya diakui maksimal enam jam. Dengan demikian, total jam yang diakui dari aktivitas mengajarnya hanya 12 jam.

Baca Juga  Kabar Bahagia! Kemenag Pastikan Tunjangan Profesi Guru dan Pengawas PAI Cair Sebelum Lebaran

Beruntung, Akhwan menjalankan beberapa tugas tambahan sehingga dapat memenuhi syarat minimal 24 jam per minggu. Namun, ia menilai ke depan guru-guru di sekolah kecil, terutama yang mengampu mata pelajaran dengan jam terbatas, berpotensi kesulitan mendapatkan tugas tambahan.

“Bukan tidak mungkin di masa mendatang terjadi perebutan peran tambahan di antara guru, karena jumlah posisi yang tersedia juga terbatas. Semoga hal ini terus dikaji oleh pembuat kebijakan,” ujarnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *